Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) masih penuh tantangan. Beratnya kinerja perseroan salah satunya disebabkan oleh polemik proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh.
Direktur Utama WIKA Agung Budi Waskito mengatakan, perseroan punya dua peran dalam proyek Whoosh ini.
Pertama, sebagai investor. Di peran ini, WIKA melakukan penyertaan modal di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebesar Rp 6,1 triliun atau setara 32% dari total saham PSBI.
“Penyertaan ini berdampak paling utama, karena Whoosh ini masih mengalami kerugian karena tiket yang diperoleh masih belum belum sesuai rencana awal,” ujarnya dalam Public Expose WIKA, Rabu (12/11),
Baca Juga: Begini Capaian Kinerja Wijaya Karya (WIKA) hingga Agustus 2025
Kedua, WIKA berperan sebagai satu-satunya kontraktor dari pihak lokal yang tergantung dalam konsorsium bersama sejumlah kontraktor yang tergabung dalam PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Sebagai kontraktor, Wijaya Karya menangani sekitar 25% porsi konstruksi bawah alias fondasi, termasuk pekerjaan timbunan dan galian tanah.
Selama proses pembangunan Whoosh, WIKA memiliki klaim atas cost overrun senilai Rp 5,01 triliun. Klaim yang masuk piutang dalam penyelesaian kontrak (PDPK) itu tengah diajukan kepada KCIC.
Agung mengaku, WIKA tengah menangani proses dispute, yang jika tidak disetujui, bisa menelan kerugian yang cukup besar. Proses pengajuan klaim tengah berproses di Singapore International Arbitration Centre (SIAC).
Alhasil, perseroan pun tengah menunggu proses penyelesaian polemik Whoosh ini. Salah satu opsi bisa terjadi pengambilalihan investasi empat pemegang saham PSBI, yaitu PT Kereta Api Indonesia (KAI), WIKA, PT Jasa Marga Tbk (JSMR), dan PTPN, oleh pemerintah.
“Itu kami sedang menunggu. Tentunya, kalau ini diambil oleh pemerintah, akan berdampak positif untuk WIKA,” katanya.
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Harus Genjot Kontrak Baru untuk Pulihkan Kinerja Keuangan
Asal tahu saja, WIKA mengantongi rugi bersih Rp 3,21 triliun per kuartal III 2025. Ini bahkan berbanding terbalik dari laba bersih Rp 741,43 miliar pada kuartal III tahun lalu.
Sejumlah beban WIKA terpantau naik di periode ini. Salah satunya ada pos bagian rugi pengendalian bersama yang naik dari Rp 669,64 miliar menjadi Rp 1,1 triliun per kuartal III 2025.
Pada laporan keuangan 30 September 2025, tercatat bahwa KSO WIKA-CRIC-CRDC-CREC-CRSC mencatat saldo PDPK atas proyek High Speed Railway Jakarta-Bandung milik KCIC sebesar Rp 5,01 miliar, yang merupakan klaim atas cost overrun.
Untuk memperbaiki kinerja, WIKA juga masih secara intensif melakukan penyehatan keuangan, mulai dari penyusunan Master Restructuring Agreement (MRA) dan divestasi aset.
Baca Juga: Wijaya Karya (WIKA) Fokus Tuntaskan Proyek, meski Skema PMN Beralih ke Danantara
Agung bilang, pihaknya tengah menyiapkan restrukturisasi keuangan untuk kedua kalinya di tahun 2026. Restrukturisasi jilid II ini dilakukan lantaran MRA di tahun 2024 dirasa kurang memadai lantaran penurunan raihan nilai kontrak WIKA sepanjang tahun 2025.
Pada tahun 2024, WIKA dan sejumlah lembaga keuangan merampungkan MRA dengan nilai outstanding Rp20,79 triliun.
Sementara, hingga September 2025, WIKA hanya mampu mengantongi kontrak baru sebesar Rp 6,19 triliun. Ini anjlok 60,25% YoY dari Rp 15,58 triliun per September 2024 dan jauh dari target tahun 2025.
Penurunan nilai kontrak WIKA membuat pendapatan turun 27,54% YoY ke Rp 9,09 triliun per September 2025.
“Karena pendapatan WIKA turun, sehingga memang tidak mempunyai cukup arus kas masuk untuk membayar kewajiban-kewajiban yang ada di tahun 2025,” ujarnya.
Menurut Agung, total utang berbunga WIKA mencapai Rp 29 triliun hingga akhir September 2025. “Ini terdiri atas utang perbankan senilai Rp 19 triliun, serta obligasi dan sukuk sebesar Rp 10 triliun,” katanya.
Meskipun begitu, nilai outstanding total MRA Jilid II WIKA di tahun 2026 masih dalam tahap pembahasan dan akan disampaikan lebih lanjut di kemudian hari.
Baca Juga: Likuiditas Seret, Wijaya Karya (WIKA) Andalkan Restrukturisasi dan Dukungan Danantara
Direktur Keuangan WIKA Sumadi menambahkan, WIKA juga akan melakukan restrukturisasi obligasi dan sukuk.
Rapat umum pemegang obligasi (RUPO) dan rapat umum pemegang sukuk (RUPSU) juga sudah dijadwalkan untuk diselenggarakan di awal Desember 2025.
“Kami sudah meminta ada restrukturisasi terkait dengan penangguhan pemberian kewajiban itu,” katanya.
Beberapa aset non-core WIKA juga akan dilepas. Salah satunya adalah Tol Serang-Panimban yang dimiliki secara mayoritas, sekitar 85%.
Namun, tol ini belum akan didivestasikan hingga tahun 2027 lantaran proses pengerjaan masih berlanjut. Sampai hari ini, Tol Serang Panimban yang baru beroperasi baru Seksi I sepanjang 20 kilometer (km) dari Serang menuju Rangkasbitung.
Seksi II ditargetkan mulai beroperasi di pertengahan tahun 2026. Sementara, Seksi III Tol Serang-Panimban baru akan selesai pada 2027.













