Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Kinerja PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) meradang sepanjang tahun 2015 di tengah beratnya tantangan yang dihadapi sektor properti. Laba bersih perseroan anjlok tajam 79% secara tahuan (year on year/ yoy) setelah tertundanya penjualan aset properti ke perusahaan Dana Investasi Real Estate (DIRE) tahun lalu.
Berdasarkan laporan keuangan LPKR yang dirilis, Kamis (3/3), perseroan mencetak laba bersih Rp 535,3 miliar, merosot 79% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 2,55 triliun. Alhasil, laba per saham turun dari Rp 112,28 menjadi 23,51.
Anjloknya kinerja perseroan seiring dengan penurunan pendapatan usaha 23% yoy menjadi Rp 8,9 triliun. Melorotnya pendapatan tersebut karena perseroan tidak berhasil mengalihkan dua aset recurring income ke DIRE tahun lalu.
Ketiga aset tersebut yakni Lippo Mall Kuta dan Lippo Plaza Yogyakarta. Padahal tahun sebelumnya perseroan berhasil menjual Lippo Mall Kemang kepada Lippo Malls Indonesia Retail Trust (LMIRT) senilai Rp 3,6 triliun.
Dengan mengesampingkan penjualan aset ke REITS, Ketut Budi Wijaya, Direktur Utama LPKR mengatakan pendapatan perseroan masih meningkat 7% menjadi Rp 8,9 miliar dari Rp 8,3 triliun tahun 2014.
Tertunda penjualan aset ke DIRE tahun lalu membuat penjualan properti LPKR turun 51% jadi Rp 3,4 triliun atau hanya menyumbang kontribusi 38% terhadap total pendapatan. Tanpa menghitungkan penjualan aset ke REITS, pendapatan divisi urban development perseroan naik 16% menjadi Rp 2,6 triliun.
"Ini terutama didukung oleh PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK) dari sektor residential yang naik 46% menjadi Rp 1,4 triliun.," jelas Ketut.
Pendapatan divisi Large scale Integrated turun 42% menjadi Rp 773 miliar. Pengakuan pendapatan dari Kemang Village menurun dari Rp 718 miliar menjadi Rp 239 miliar karena telah selesainya sebagian besar dari proyek fase pertama. Sementara pendapatan recurring income tumbuh 18% menjadi Rp 5,5 triliun atau berkontribusi 62% terhadap total pendapatan.
Adapun pendapatan divisi healthcare melalui PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) tumbuh 24% menjadi Rp 4,14 triliun. Siloam mengelola 20 rumah sakit. Penerimaan pasien rawat inap tumbuh 27% dan rawat jalan 25%.
Pendapatan divisi komersial menurun 9% menjadi Rp 607 miliar karena penurunan pendapatan sektor mall 22% karena pendapatan mall Kemang Village tidak lagi dibukukan pada pendapatan tahun 2015. Sedangkan pendapatan hotel stabil Rp 367 miliar.
Bisnis aset management LPKR yang terdiri dari Town Management serta Portofolio & Properti Management tumbuh 14% menjadi Rp756 miliar. Ketut bilang, ini seiring dengan makin besarnya dana kelolaan REITS.
Selain karena penurunan pendapatan, merosotnya kinerja LPKR juga ditambah dengan meningkatnya beban usaha naik 13,2% menjadi Rp 2,39 triliun dan beban lainnya melesat dari Rp 63 miliar menjadi Rp 270,6 miliar. Sedangkan pendapatan lainnya turun 59,6% jadi Rp 240 miliar. Alhasil laba usaha emiten properti ini minus 56%.
Di sisi lain, beban keuangan LPKR naik 44,7% yoy jadi Rp177 miliar serta mencatatkan rugi pelepasan aset keuangan yang tersedia untuk dijual Rp 15,4 miliar dan rugi dari entitas asosiasi dan ventura bersama Rp 13 miliar.
Ketut mengungkapkan, tahun lalu merupakan tahun penuh tantangan bagi properti. Permintaan properti lesu di tengah perlambatan ekonomi akibat melemahnya makro ekonomi global terutama akibat harga minyak dan komoditas yang kian merosot serta gejolak nilai tukar. "Itu membuat wait and see dari calon pembeli properti," ujarnya.
Tahun ini Ketut melihat prospek industri properti akan lebih baik. Kendati masih dibayangi tekanan, dia yakin perseroan masih akan bisa mencatatkan pertumbuhan terutama dengan adanya dukungan turunnya BI rate dan adanya rencana insentif perpajakan untuk produk DIRE.
Tahun ini, LPKR membidik marketing sales Rp 5 triliun atau tumbuh 38% dari perolehan tahun 2015 yang hanya tercatat sebesar Rp 3,6 triliun. Serta menargetkan pengalihan tiga aset ke DIRE sebesar Rp 1,7 triliun.
Perseroan akan menganggarkan belanja modal (Capex) sekitar Rp 5 triliun tahun ini untuk membiayai ekspansi proyek-proyek baru. Dana tersebut akan dialokasikan dari kas internal, hasil pre sales, dan pinjaman bank.
Ketut bilang, perseroan masih mempunyai ruang untuk mencari utang ke perbankan kendati perseroan batal menerbitkan obligasi US$ 100 juta tahun ini. "Kita masih punya ruang untuk pinjaman bank Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun," ungkapnya baru-baru ini.
Jika dana pinjaman perbankan dan ditambah kas internal belum cukup untuk mendanai capex, perseroan masih bisa mengandalkan penjualan aset ke Dana Investasi Real Estate (DIRE).
Per akhir tahun lalu, total aset LPKR mencapai Rp 41,3 triliun. Jumlah liabilitasnya mencapai 22,4 triliun, naik 10,8% dari Rp 20,2 triliun pada periode akhir tahun 2014. Jumlah kuitasnya mencapai Rp18,9 triliun dan posisi kas dan setara kas tercatat sebesar Rp 1,83 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News