Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dipandang memiliki prospek positif dalam jangka panjang, meskipun menghadapi tantangan pada kuartal pertama tahun 2024.
Research Analyst Phintraco Sekuritas, Arsita Budi Rizki, mengungkapkan bahwa lemahnya kinerja MBMA pada kuartal pertama tahun ini disebabkan oleh faktor cuaca dan fluktuasi harga nikel yang mempengaruhi seluruh rantai produksi nikel perusahaan ini.
Kinerja Kuartal Pertama 2024
Pada kuartal I-2024, MBMA melaporkan pendapatan sebesar US$444,23 juta, mencerminkan penurunan sebesar 2,25% quartal on quartal (qoq) dibandingkan dengan US$454 juta pada kuartal IV-2023. Sementara itu, laba bersih turun tajam sebesar 41,3% QoQ menjadi US$3,67 juta dibandingkan dengan US$6,25 juta pada kuartal IV-2023.
"Kontraksi pendapatan MBMA disebabkan turunnya penjualan Nickel Pig Iron (NPI) sekitar 12,1% QoQ dan penjualan Limonite Ore yang anjlok 49,4% QoQ. Hal ini dipengaruhi oleh terhambatnya produksi pertambangan akibat curah hujan yang tinggi dan terbatasnya ketersediaan peralatan kontraktor," ungkap Arsita dalam riset 1 Juli 2024.
Baca Juga: Kinerja Terpengaruh Gejolak Harga Nikel, Cek Rekomendasi Saham Merdeka Battery (MBMA)
Penurunan dan Peningkatan Segmen
Produksi NPI menurun karena penurunan produksi lebih rendah -5,6% QoQ dan penjualan turun -3,8% QoQ. Kondisi ini diperburuk dengan penurunan Harga Jual Rata-Rata (ASP) sebesar 8,6% QoQ menjadi US$11.055 per ton di tengah fluktuasi harga nikel.
Di sisi lain, penjualan High-Grade Nickel Matte (HGNM) berkinerja lebih baik dengan peningkatan margin. Pendapatan dari HGNM meningkat sebesar 18,4% QoQ menjadi US$196,94 juta, meskipun ada tantangan dari penurunan output dan penurunan ASP menjadi US$13.673 per ton atau turun 3,82% QoQ.
Faktor Pendukung Pertumbuhan
Arsita menambahkan bahwa pertumbuhan pendapatan segmen HGNM didorong oleh penurunan biaya pembelian Low-Grade Nickel Matte (LGNM), yang turun menjadi US$12.487 per ton dibandingkan dengan US$12.802 per ton pada kuartal IV-2023.
Akibatnya, All-In-Sustaining Cost (AISC) turun 7,30% QoQ menjadi US$13.162 per ton. Hal ini menyebabkan peningkatan substansial dalam margin tunai, yang melonjak sebesar 2.905% QoQ menjadi US$511 per ton dibandingkan dengan US$17 per ton pada kuartal IV-2023.
Tren Harga Nikel
Analis Ciptadana Sekuritas, Thomas Radityo, memaparkan bahwa harga nikel di London Metal Exchange (LME) mengalami lonjakan signifikan sebesar 28,8% dari Januari hingga Mei 2024, mencapai puncaknya pada US$21.080 per ton.
Sementara itu, Nikel Pig Iron (NPI) Tiongkok hanya tumbuh sedikit 4,6% menjadi US$13.314 per ton dalam periode tersebut.
Peningkatan harga nikel didorong oleh beberapa faktor, termasuk pembatasan pencatatan logam di Rusia, gangguan pasokan bijih nikel dari Kaledonia Baru, keterlambatan persetujuan RKAB Indonesia, serta penutupan pabrik peleburan nikel Ravensthorpe Australia.
Namun, harga nikel telah turun dari puncaknya di bulan Mei sekitar -18,3% menjadi US$17.224 per ton untuk nikel LME di akhir Juni, sedangkan harga NPI stabil di US$13.417 per ton per akhir Juni 2024. Hal ini terutama karena produsen Indonesia meningkatkan operasinya, meningkatkan produksi kelas nikel 1 dan 2 di China dan Indonesia.
“Terlepas dari prospek kelebihan pasokan dan rendahnya persediaan nikel LME saat ini, permintaan di masa depan diperkirakan tumbuh dari kebutuhan teknologi baru yang akan memperketat keseimbangan nikel global di kemudian hari,” ungkap Thomas dalam riset 26 Juni 2024.
Proyeksi dan Asumsi
Ciptadana Sekuritas memperkirakan harga nikel untuk 2024-2026 tetap pada proyeksi sebesar US$18.000 per ton, US$17.000 per ton, dan US$16.800 per ton.
Dengan asumsi tersebut, laba bersih dan pendapatan MBMA diperkirakan akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun ke depan, dengan CAGR sebesar 73,1% dan 23,5%. Proyeksi laba bersih dan pendapatan MBMA untuk tahun ini sekitar US$80,8 juta dan US$2,6 miliar, yang diperkirakan akan meningkat menjadi US$419,2 juta dan US$4,9 miliar pada 2027.
"Pertumbuhan top line dan bottom line MBMA yang konsisten ini akan didorong oleh perluasan operasi di tambang SCM, peningkatan margin di Smelter RKEF dan matte converter, serta commissioning smelter HPAL dan proyek AIM," jelas Thomas.
Baca Juga: Indeks Pefindo i-Grade Dirombak, BRIS dan MBMA jadi Anggota Baru
Pengembangan Proyek MBMA
Grup MBMA adalah perusahaan yang terintegrasi secara vertikal yang bertujuan untuk menangkap rantai nilai baterai.
Perusahaan ini mencakup tambang Sulawesi Cahaya Mineral (SCM), Pabrik Peleburan Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF), dan Nikel Matte Converters, termasuk Cahaya Smelter Indonesia (CSID), Bukit Smelter Indonesia (BSID), Pabrik Peleburan Nikel Zhao Hui (ZHN) RKEF, dan Industri Logam Hua Neng (HNMI) Nikel Pengonversi Matte.
Selain itu, grup ini sedang mentransisikan proyek Acid Iron Metal (AIM) I ke fase operasional dan memiliki rencana masa depan untuk dua tahap Pencucian Asam Tekanan Tinggi (HPAL) tanaman dan satu pabrik HPAL ESG.
Prospek Jangka Panjang
Arsita menyoroti kemajuan MBMA dalam berbagai proyek, di antaranya Leach Asam Bertekanan Tinggi (HPAL) dan Logam Besi Asam (AIM). Kemajuan di pabrik asam AIM, termasuk keberhasilan pengiriman asam pertama dari train 1 pasca kuartal I-2024, dengan train 2 dan pabrik klorida yang dijadwalkan beroperasi pada kuartal II dan pabrik katoda tembaga diharapkan beroperasi pada semester II 2024.
Pabrik HPAL PT ESG New Energy Material (PT ESG) sedang maju dengan target commissioning pada akhir tahun 2024 dan selanjutnya produksi nikel dalam Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
"Kami memandang bahwa kemajuan ini menunjukkan prospek pendapatan yang menjanjikan bagi MBMA, karena keberhasilan pelaksanaan proyek-proyek ini diharapkan akan memperkuat posisi pasar MBMA, mendiversifikasi dan meningkatkan aliran pendapatannya, serta memberikan landasan kuat untuk pertumbuhan jangka panjang," tutur Arsita.
Rekomendasi Investasi
Arsita menyebutkan bahwa prospek positif MBMA didorong oleh perkembangan proyek seiring dimulainya produksi pabrik AIM pada tahun ini dan rencana commissioning pabrik pengolahan HPAL pada akhir tahun 2024.
Namun, risiko-risiko utama bagi MBMA adalah potensi penundaan proyek, harga nikel yang lebih rendah, serta melemahnya permintaan nikel.
Arsita merekomendasikan Beli dengan target harga sebesar Rp 760 per saham. Sedangkan, Thomas merekomendasikan Beli dengan target harga sebesar Rp 820 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News