Reporter: Kenia Intan | Editor: Khomarul Hidayat
Kondisi EPS yang rendah dipengaruhi oleh banyak faktor. Suria menjelaskan, salah satu yang berpengaruh adalah penyaluran kredit. Berkaca pada data, penyaluran kredit paling besar adalah perdagangan, pertanian, dan industri pengolahan seperti manufaktur. Sayangnya, pada tahun ini ketiga sektor tersebut memiliki pertumbuhan yang lemah.
"Ini menunjukkan sebenarnya permintaan dari sektor utama kita itu tidak begitu kuat," katanya lagi. Permintaan yang lesu beriringan dengan kondisi ekonomi yang juga lesu.
Padahal, jika ekonomi kuat, permintaan akan besar dan perusahaan-perusahaan akan memerlukan lebih banyak pendanaan.
Baca Juga: Cetak rekor baru tahun ini, BEI targetkan bisa catatkan 3,25 juta investor pada 2020
Hal serupa juga diungkapkan oleh Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana. Menurutnya, perlambatan ekonomi terasa pada penurunan pendapatan emiten.
Kata Wawan, price earning ratio (PER) IHSG berada di kisaran18 kali hingga 19 kali. Rasio PER tersebut berada di atas rata-rata PER sebesar 15 kali.
"Dibandingkan dengan negara-negara berkembang, PER indeks saham Indonesia relatif tinggi," kata Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (27/12).
Sementara itu, Suria menilai, dibanding dengan indeks di luar negeri, IHSG berada di tengah-tengah, tidak terlalu mahal dan tidak begitu murah. Cuma, selisih antara IHSG dan indeks saham emerging market yang berada di bawah rata-rata biasanya menunjukan indeks saat ini cenderung tertinggal.
"Memang kita tahun ini agak ketinggalan dibandingkan tahun lalu, dibandingkan dengan negara lain," tambah Suria.
Tahun lalu, indeks memang mencatatkan minus 2,5%, namun IHSG mencatatkan indeks terkuat kedua setelah India. Berbeda dengan tahun ini, performa IHSG memang positif, akan tetapi kinerjanya tidak begitu mengesankan.
Baca Juga: Indeks saham agrikultur naik paling tinggi, saham CPO bangkit kembali
Kinerja emiten yang masih baik
Di tengah kinerja IHSG yang tidak impresif, Suria mengamati masih ada emiten-emiten yang mencatatkan kinerja fundamental yang cemerlang. Misalnya, emiten-emiten rokok di sektor consumer good, emiten bank besar di BUKU IV di sektor perbankan, dan emiten telekomunikasi.