Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek bagi emiten telekomunikasi terbuka lebar seiring ruang penetrasi internet di Indonesia. Ke depannya, persaingan akan mengarah pada bisnis fixed broadband.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas memandang bahwa prospek kinerja emiten sektor telekomunikasi tahun ini cukup bagus. Peluangnya berasal dari peningkatan penetrasi internet di Indonesia.
Meluasnya penggunaan internet diperkirakan masih akan berlanjut, mengingat tingkat penetrasi internet Indonesia masih terbilang rendah dibandingkan negara tetangga, khususnya di Asia Tenggara.
"Kondisi ini merupakan peluang pemain di sektor telekomunikasi untuk meningkatkan jumlah pelanggannya," jelas Sukarno beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Sejumlah Bank KBMI 3 Cetak Kinerja Moncer pada Tahun 2023, Cek Rekomendasi Sahamnya
Sukarno memaparkan, tingkat penetrasi internet Indonesia meningkat menjadi 79.5% dari 78.19% pada 2024. Kemudian, kebijakan pemerintah yang gencar membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah terpencil akan membuka peluang baru dan memperluas jangkauan.
"Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan terus meningkat bakal mendorong penggunaan layanan telekomunikasi," tambah dia.
Di awal tahun ini, Sukarno melihat, hajatan pemilu sangat berdampak bagi emiten telekomunikasi karena dapat meningkatkan trafik layanan data. Periode Ramadan dan Lebaran yang segera datang biasanya juga meningkatkan konsumsi data internet.
Hanya saja, persaingan yang ketat di sektor ini masih akan menjadi tantangan. Begitu pula, regulasi pemerintah dan fluktuasi harga komoditas yang bisa memengaruhi biaya operasional.
Sukarno menyoroti, dampak jika merger antara PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) benar terjadi, maka akan menciptakan operator telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia. Ini bakal membuat persaingan yang semakin sengit dengan kompetitor yakni PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dan PT Indosat Tbk (ISAT).
Analis Mirae Asset Sekuritas Jonghoon Won dan Christopher Rusli melihat, tingkat adopsi ponsel pintar dan penetrasi jaringan seluler di Indonesia meningkat pesat. Namun, banyak kota-kota satelit di Indonesia masih kekurangan infrastruktur komunikasi yang memadai.
"Akibatnya, perusahaan telekomunikasi saat ini berfokus pada perluasan infrastruktur dan perolehan pelanggan di kota-kota kecil," ungkap Jonghoon dan Christopher dalam riset 21 Februari 2024.
Secara khusus, Mirae Asset menyukai ISAT karena secara agresif mengupayakan akuisisi pelanggan di kota-kota satelit pada tahun 2023. ISAT telah membuka banyak toko offline skala kecil di desa tingkat 2 dan 3 untuk secara aktif terlibat dalam aktivitas penjualan dan pemasaran.
Di samping itu, Jonghoon menilai bahwa bisnis fixed broadband akan menjadi tren selanjutnya di industri telekomunikasi. Hal ini disebabkan oleh tingkat penetrasi fixed broadband yang jauh lebih rendah di Indonesia dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Baca Juga: Sektor Telekomunikasi Dapat Sentimen Positif, Cek Rekomendasi TLKM, ISAT dan EXCL
Mengingat keadaan ini, pertumbuhan bisnis meningkatnya bisnis fixed broadband diharapkan dapat berperan signifikan dalam mendorong kinerja perusahaan telekomunikasi Indonesia di masa depan.
"Kami melihat industri fixed broadband muncul sebagai bisnis andalan baru bagi perusahaan telekomunikasi Indonesia," jelas Jonghoon.
Selain itu, pengenalan produk broadband satelit Starlink baru-baru ini dipandang sebagai perkembangan yang disambut baik perusahaan telekomunikasi. Ketersediaan layanan broadband melalui satelit akan memudahkan akses layanan internet di daerah yang sebelumnya sulit dijangkau melalui kabel serat optik.
Jonghoon bilang, hal ini pada gilirannya akan memudahkan perusahaan telekomunikasi dalam mencapainya ekspansi yang lebih cepat dan berkelanjutan ke kota-kota satelit.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis meyakini sektor telekomunikasi memiliki prospek yang baik dengan TLKM dan ISAT sebagai pilihan. BRI Danareksa Sekuritas menyematkan rating overweight untuk sektor telekomunikasi.
Pilihan utama pada sektor telko adalah ISAT yang diperdagangkan pada EV/Ebitda sebesar 5,4x dengan kemungkinan peningkatan pendapatan untuk menawarkan ruang dalam peningkatan target harga.
Proyek kunci ISAT adalah IOH baru-baru ini mengakuisisi 325 ribu pelanggan MNC Play, sehingga total Indosat HI-FI adalah 350 ribu pelanggan. Ini diharapkan dapat meningkatkan topline dan memberikan momentum pada perbaikan IOH layanan pita lebar.
ISAT menjual data center (pusat data) tambahan ke BDx dengan keuntungan sebesar Rp2 triliun, mengharapkan dampak kecil pada pendapatan ataupun pengeluaran (Opex) setelah divestasinya. Selain itu ISAT belum memiliki kebijakan dividen, namun akan ditetapkan dalam waktu dekat pada RUPST, mengingat arah positif yang berkelanjutan dalam free cash flow.
Sementara, sejalan dengan program jangka panjang 5 bold moves TLKM, perusahaan turut serta mengejar pengembangan aset fibernya, baik FTTH dan FTTT, dan membangun Unit Infraco untuk membuka nilai perusahaannya. Selain itu, konsolidasi pusat data dari anak perusahaan PT Telkom Data Ekosistem (TDE) diharapkan disaat kapasitas baru sedang dikembangkan.
Di tengah persaingan TLKM dan ISAT tersebut, EXCL muncul sebagai opsi yang menarik sehubungan dengan konfirmasi diskusi merger. EXCL dan TLKM juga menawarkan peluang perdagangan di bawah rata-rata EV/Ebitda-nya.
Niko menyarankan buy untuk ISAT, TLKM dan EXCL dengan target harga sebesar Rp 11.100 per saham, Rp 4.600 per saham, Rp 3.000 per saham. Sementara, Joonghon dan Christopher merekomendasikan trading buy pada TLKM, ISAT, dan EXCL dengan masing-masing Rp 4.790 per saham, Rp 11.150 per saham, dan Rp 2.600 per saham.
Adapun Sukarno menyebutkan, saham unggulan dari sektor telekomunikasi adalah TLKM, ISAT, EXCL. Rekomendasi untuk ketiga saham tersebut adalah buy atau trading buy dengan target harga untuk TLKM sebesar Rp 4.450 per saham, ISAT sebesar Rp 12.200 per saham, serta EXCL sebesar Rp 2.500 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News