Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
Saham PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) turun 35,14% YTD. Sementara, saham CMNT naik 0,57% YTD.
Di tahun 2025, tantangan untuk emiten semen sangat tinggi. Tak hanya dari oversupply, sentimen negatif juga datang dari tingginya suku bunga acuan. Hal itu membuat bunga KPR masih tinggi, sehingga permintaan pembuatan hunian masih tersendat. Padahal, semen kantong saat ini mendominasi permintaan pasar.
“Kalau suku bunga turun, permintaan untuk semen juga akan meningkat,” tuturnya.
Baca Juga: UNVR Kantongi Laba Rp 3 Triliun di Kuartal III-2024, Cek Rekomendasi Analis
Alhasil, Nafan masih merekomendasikan wait and see untuk emiten semen.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer melihat, tekanan daya beli masyarakat dan deflasi pada bulan Februari 2025 berpotensi akan semakin menekan permintaan semen kantong, yang merupakan segmen utama bagi industri semen.
Kondisi itu juga ditambah dengan oversupply yang masih berlangsung, sehingga membuat persaingan di sektor ini semakin ketat.
“Emiten seperti SMGR dan INTP masih menghadapi tantangan besar dalam menjaga margin keuntungan di tengah harga jual rata-rata (average selling price/ASP) yang tertekan,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/3).
Ke depannya, sektor semen masih menghadapi tantangan dari ketidakpastian proyek infrastruktur, terutama dengan adanya pemangkasan anggaran pembangunan di 2025.
Baca Juga: Sektor Properti Tersengat Sentimen Positif Penurunan BI Rate, Cek Rekomendasi Analis
“Proyek IKN juga masih belum terlihat keberlanjutan pembangunannya,” paparnya.
Miftahul pun masih mempertahankan rating wait and see terlebih dahulu sembari melihat prospek industrinya ke depan.
Selanjutnya: Vale Indonesia (INCO) Target Selesaikan 3 Pabrik Nikel HPAL Periode 2025-2026
Menarik Dibaca: 4 Buah Terbaik untuk Menurunkan Tekanan Darah Tinggi, Baik buat Jantung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News