Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
Corporate Secretary Summarecon, Agung Jemmy Kusnadi, mengatakan, kenaikan pendapatan di kuartal I 2024 terutama berasal dari pendapatan unit usaha Property Development yang mengalami kenaikan sebesar Rp 531 miliar atau 37% yoy menjadi Rp 1,4 triliun di kuartal I 2024.
Kenaikan ini sebagian besar disumbang dari segmen produk rumah, terutama dari kawasan Summarecon Bekasi. Sementara, unit usaha Investment Property mengalami kenaikan sebesar Rp 85 miliar atau 18% yoy. Kenaikan pendapatan ini juga berdampak pada kenaikan laba SMRA.
“Di tahun 2024, Perseroan masih akan mengandalkan penjualan produk rumah, yaitu sebesar lebih dari 50% dari target marketing sales Rp5 triliun di tahun ini,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (5/5).
Namun PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 1,53 triliun pada periode kuartal I-2024, naik 11% yoy. Hingga akhir Maret 2024, PWON membukukan laba bersih Rp 330,91 miliar, turun dari Rp 595,38 miliar di kuartal I 2023.
Baca Juga: Pakuwon (PWON) Optimistis Kenaikan Tarif Sewa Mal Tak Pengaruhi Tingkat Okupansi
PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) membukukan pertumbuhan pendapatan usaha sebesar 31,25% yoy menjadi Rp 3,77 triliun di kuartal I-2024. Pada akhir Maret 2024, BSDE berhasil membukukan Laba Periode Berjalan yang Dapat Diatribusikan kepada Pemilik Entitas Induk sebesar Rp1,44 triliun, melonjak 62,55% yoy.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda melihat, emiten properti yang mencatatkan kinerja yang baik pada kuartal I 2024 di antaranya adalah LPCK, BSDE, ASRI, dan CTRA. Sementara, emiten yang kinerjanya kurang baik yaitu PANI dan PWON.
“Yang menopang kinerja kuartal I 2024 yaitu pendapatan dari aset hunian. Sentimen penggerak emiten properti adalah insentif pemerintah mengenai PPN DTP dan pemangkasan suku bunga,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (5/5).
Prospek kinerja sektor properti di era suku bunga yang tinggi saat ini akan jadi kurang baik, bahkan bisa menurun. Sebab, kondisi ini dapat menekan keinginan masyarakat untuk membeli hunian baru.
Baca Juga: Metropolitan Kentjana (MKPI) Akui Bisnis Sewa Gedung Perkantoran Membaik pada 2024
Selain itu, pelemahan rupiah juga dapat memberikan dampak negatif untuk emiten properti yang memiliki utang dalam dolar Amerika Serikat (AS).
“Suku bunga tinggi pastinya akan berdampak untuk bunga KPR menjadi lebih besar, sehingga masyarakat akan menunda untuk membeli rumah,” paparnya.
Kebijakan moneter yang ketat memang memiliki potensi menghambat bisnis emiten properti, khususnya pada penjualan rumah tapak dan apartemen.
“Namun, untuk aset pusat perbelanjaan, dampak dari suku bunga yang tinggi tidak terlalu berpengaruh, karena masih banyak masyarakat yang melakukan aktivitas berbelanja,” jelasnya.