Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja emiten properti masih didukung dengan kebijakan pemerintah domestik sepanjang tahun 2025. Namun, kondisi likuiditas dan situasi makroekonomi yang menegang turut membayangi sektor ini. Alhasil, proyek-proyek emiten sendiri yang bakal jadi penopang pendapatan perusahaan.
Kebijakan bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah seharga sampai Rp 5 miliar menjadi salah satu katalis positif bagi pertumbuhan pra penjualan properti pada tahun fiskal 2024 (FY24). Namun begitu, Analis Maybank Sekuritas Kevin Halim dan Jeffrosenberg Chenlim menilai kebijakan ini tidak cukup mendongkrak pra penjualan tahun ini.
Misalnya pada PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). SMRA membukukan pra penjualan bebas PPN mencapai Rp 1,8 triliun, melonjak dari Rp 300 miliar di tahun 2023.
Sejalan, PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) juga mencatatkan pra penjualan bebas PPN pada FY24 sebesar Rp 1,86 triliun, meningkat 2,3% secara yoy. Dus, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mengalami peningkatan pra penjualan 4,1% secara yoy dengan dukungan kebijakan ini.
Kendati begitu, CTRA menargetkan pra penjualan yang lebih rendah untuk tahun fiskal 2025 (FY25), yakni Rp 2 triliun saja, menurun dari target tahun sebelumnya di Rp 3 triliun. Pun, target pra penjualan tahun fiskal 2026–2027 (FY26 dan FY27) CTRA ikut diturunkan sebesar 5%.
Baca Juga: Cek Prospek dan Rekomendasi Saham LQ 45 Usai Turun Tajam di Kuartal I 2025
Kevin dan Jeff menilai hal ini dilakukan perseroan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan global yang mulai tidak stabil.
“Kami meyakini bahwa target yang datar untuk tahun fiskal 2025 mencerminkan kekhawatiran terhadap kondisi likuiditas yang ketat dan situasi makroekonomi yang menantang, yang dapat berdampak pada pertumbuhan pra penjualan,” sebutnya dalam riset 4 Maret 2025.
Sejalan, SMRA dan BSDE juga kompak menurunkan target pra penjualan bebas PPN tahun ini. Keduanya sama-sama memasang target di angka Rp 1 triliun, dengan target SMRA turun dari Rp 1,8 triliun di FY24 dan BSDE turun dari Rp 1,86 triliun di FY24.
Perlambatan ekonomi turut dikhawatirkan melemahkan daya beli properti. Berdasarkan survei terbaru Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) oleh Bank Indonesia (BI) pada 14 Februari 2025 lalu,10 kota di Indonesia tercatat mengalami perlambatan pertumbuhan harga properti. Secara keseluruhan, BI mengindikasi pertumbuhan yang lebih rendah pada harga properti residensial di pasar primer pada kuartal IV 2024.
Hal ini menjadi salah satu sorotan Analis Panin Sekuritas Aqil Triyadi. Menurut proyeksinya, hal itu akan melemahkan pendapatan dan laba BSDE tahun ini. “Potensi perlambatan daya beli properti pada tahun 2025, seiring IHPR yang melambat dalam beberapa kuartal terakhir, akan menjadi tantangan kinerja marketing sales,” ungkapnya dalam riset 26 Maret 2025.
Kevin dan Jeff sepakat. Mereka memproyeksi penurunan pendapatan dan laba BSDE hingga dua tahun ke depan. Tak jauh beda, mereka juga memproyeksi penurunan pendapatan serta laba SMRA dan CTRA untuk FY25. Hanya saja, dua perseroan ini diproyeksi akan rebound di FY26 dan FY27.
Masih Prospektif Berkat Proyek
Kendati menghadapi masa depan yang mengkhawatirkan, emiten-emiten properti ini nyatanya mencatatkan pendapatan dan laba yang masih menarik pada FY24.
BSDE mengantongi pendapatan sebesar Rp 13,797 triliun pada FY24, meningkat pesat sebesar 19,6% secara yoy. Pendapatan BSDE di antaranya ditopang oleh penjualan produk hunian yang mencapai Rp 6,5 triliun di BSD CIty serta sektor baru Grand Wisata Cibubur dan Grand City Balikpapan. Kedua sektor baru ini juga mendorong marketing sales hingga mencetak Rp 9,7 triliun.
Dus, laba bersih BSDE naik signifikan ke level Rp 4,4 triliun alias meningkat 124% secara yoy. Menurut Analis Panin Sekuritas Aqil Triyadi, peningkatan laba utamanya didorong one-off gain dari akuisisi PT Suryamas Duta Makmur Tbk (SMDM IJ).
Aqil optimis peluncuran produk baru BSDE, yakni residensial yang baru dibangun di Grand Wisata Bekasi “The Vicente”, mampu mendorong marketing sales meningkat setidaknya 3% secara yoy. Lagipula, menurut Aqil, perseroan masih memiliki neraca yang solid. “Ditandai dengan net gearing perseroan yang rendah di level 0,12x di 2024 (2023: 0,06x),” sebutnya.
Di sisi lain, pada FY24 SMRA mengantongi pendapatan sebesar Rp 10,623 triliun, melonjak hingga 60% secara yoy serta laba Rp 1,373 triliun, meningkat hingga 79,3% secara yoy. Analis Phintraco Sekuritas Nurwachidah dalam riset 26 Maret 2025 menilai peningkatan ini utamanya didorong penjualan properti, dengan catatan penjualan rumah dan apartemen yang meningkat hingga 102,5% secara yoy.
Proyek-proyek di Summarecon Tangerang yang mulai dijual pada kuartal IV FY24 kemarin menjadi salah satu musabab peningkatan penjualan properti SMRA. Dengan itu, Nurwachidah yakin proyek ini akan tetap mendorong penjualan ke depannya dan menopang SMRA.
Dalam riset 17 Maret 2025, Kevin dan Jeff memproyeksi pendapatan SMRA pada FY25 turun ke level Rp 8,250 triliun, pun labanya ke level Rp 1,025. Namun, SMRA akan mampu meningkatkan pendapatan ke Rp 8,345 triliun di 2026 dan Rp 8,831 triliun di 2027, sementara labanya turun ke Rp 927 triliun di 2026 tetapi akan naik lagi ke Rp 1,092 triliun di 2027.
Sementara itu, CTRA juga mencetak kinerja positif. Pendapatannya pada FY24 mencapai Rp 11,18 triliun, meningkat 21% secara yoy. Pun, laba dalam periode ini turut meningkat 15% secara yoy di level Rp 2,12 triliun.
Meski menurun, target pra penjualan CTRA di FY25 sejalan dengan baseline yang sudah kokoh dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun FY24, pertumbuhan pra penjualan CTRA meningkat sebesar 7,6% secara yoy. Dalam akumulasi 5 tahun 2019–2024 (CAGR), rata-rata pertumbuhan tahunannya sekitar 12,4%.
Pada riset 4 Maret 2024, Kevin dan Jeff menyebut proyek CitraLand Surabaya dan CitraGarden Bintaro akan menjadi penopang pertumbuhan pra penjualan CTRA tahun ini.
Kevin dan Jeff merekomendasikan rating buy untuk CTRA, dengan target harga Rp 1.050 per saham. Untuk BSDE, Aqil juga memberi rating buy dengan target harga Rp 1.000 per saham. Pun untuk SMRA, Nurwachidah memberi rating buy dengan target harga Rp 600 per saham.
Baca Juga: Harga Komoditas Fluktuatif, Kinerja Emiten Nikel Tahun Ini Bakal Lebih Menantang
Selanjutnya: Sebesar Apa Dampak Tarif Trump ke Industri Tekstil Dalam Negeri, Ini Perkiraan API
Menarik Dibaca: Cara Membuat Foto ala Studio Ghibli dengan Bantuan ChatGPT, Simak Tutorialnya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News