Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas kinerja emiten yang bergerak di bidang pertambangan emas makin berkilau di sepanjang periode sembilan bulan pertama tahun ini.
Misalnya, PT United Tractors Tbk (UNTR) meraih laba bersih senilai Rp 15,59 triliun sampai dengan kuartal III-2024.
Keuntungan UNTR tumbuh 1,62% dibandingkan laba setelah pajak yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 15,34 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kemudian, emiten pertambangan emas Grup Bakrie, PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS) mencatatkan pertumbuhan laba sebesar US$ 15,65 juta, melonjak 49,51% bila dibandingkan episode yang sama tahun lalu sebesar US$ 10,46 juta.
Selanjutnya, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) meraih laba bersih sebesar US$ 717,11 juta hingga kuartal III-2024, melesat 1.044% dari posisi yang sama tahun lalu senilai US$ 62,67 juta.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham United Tractors (UNTR) yang Fokus ke Energi Ramah Lingkungan
Sementara, dua emiten lainnya yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencatatkan pelemahan laba sekitar 22% menjadi Rp 2,2 triliun dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) mencatatkan rugi periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 67,02 juta per kuartal III-2024, atau bengkak 181,92%.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Miftahul Khaer menjelaskan emiten pertambangan emas seperti UNTR, BRMS, dan AMMN mencatatkan laba positif karena harga emas yang relatif tinggi sepanjang 2024.
Adapun tingginya harga emas disebabkan ketidakpastian ekonomi global, seperti inflasi dan konflik geopolitik, yang mendorong emas sebagai aset safe haven. Selain itu, efisiensi operasional dan peningkatan kapasitas produksi menjadi faktor pendukung.
Sebaliknya, ANTM mencatat penurunan laba akibat tekanan pada segmen logam lainnya serta biaya operasional yang meningkat.
Sementara itu, kerugian signifikan MDKA disebabkan oleh kenaikan biaya pengembangan proyek tambang baru dan fluktuasi harga logam non-emas seperti tembaga, yang menjadi bagian dari portofolionya.
"Hingga akhir 2024 dan memasuki 2025, prospek emiten pertambangan emas masih cukup positif, didukung oleh potensi stabilnya harga emas di atas US$ 1.900 per troy ounce akibat ketidakpastian suku bunga The Fed dan perlambatan ekonomi global," ujar Miftahul kepada Kontan, Kamis (19/12).
Miftahul melihat permintaan emas diperkirakan tetap tinggi dari sektor investasi dan perhiasan. Emiten seperti BRMS dan AMMN dengan kapasitas produksi yang terus meningkat berpeluang memanfaatkan momentum ini.
Namun, risiko utama adalah fluktuasi harga emas jika kondisi makroekonomi membaik, yang dapat mengurangi daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Pelaku pasar cenderung selektif mencermati kinerja fundamental ini. Emiten dengan laba besar seperti AMMN dan BRMS mendapatkan perhatian positif, mencerminkan potensi pertumbuhan yang solid.
Baca Juga: Grup Merdeka Ungkap Prospek Kinerja MDKA dan MBMA Beserta Proyek Ekspansinya
Namun, koreksi laba pada ANTM dan kerugian besar pada MDKA menimbulkan kekhawatiran terkait efisiensi operasional dan manajemen biaya.
"Investor juga akan memperhatikan rencana ekspansi, tingkat leverage, serta pengelolaan biaya emiten-emiten ini untuk menentukan prospek jangka panjangnya," jelas Miftahul.
Untuk jangka pendek, pergerakan harga emas global tetap menjadi katalis utama yang memengaruhi sentimen pasar terhadap sektor ini.
Disamping itu, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat harga emas akan mengalami apresiasi ke depannya, sehingga secara prospek emiten berbasis emas akan meraih katalis positif baik dari segi top line maupun bottom line.
"Yang paling penting emiten tambang emas ini memanfaatkan momentum peningkatan kapasitas produksi, seiring dengan tren kenaikan harga emas," ujar Nafan kepada Kontan, Kamis (19/12).
Nafan menilai, tujuan untuk meningkatkan kapasitas produksi juga akan memperkuat average selling price atau harga jual rata-rata.
Ditambah lagi, sejumlah emiten juga berkomitmen untuk menuju hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.
"Itu yang paling esensial untuk jangka panjang memperkuat kinerja top line dari emiten ke depan," paparnya.
Nafan memberikan rekomendasi untuk accumulative buy saham UNTR dan ANTM dengan target harga masing-masing Rp 28.150 dan Rp 1.60 per saham.
Sementara itu, Miftahul merekomendasikan untuk trading buy saham UNTR dan AMMN dengan target harga masing-masing Rp 28.00 dan Rp 9.575 per saham.
Selanjutnya: Ekspor Kelapa Bulat Marak, Pengamat Minta Pemerintah Segera Membuat Regulasi
Menarik Dibaca: 20 Poster Hari Ibu yang Cocok Jadi Kartu Ucapan untuk Diunggah di Media Sosial
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News