Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) masih bervariasi di semester I-2024. Sejumlah emiten tercatat untung besar, tetapi ada pula yang mengalami penurunan kinerja, bahkan rugi.
PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 10,31 triliun, naik 9,83% secara tahunan (YoY) dari Rp 9,39 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Laba bersih AALI tercatat sebesar Rp 501,04 miliar per akhir Juni 2024, meningkat 26,64% YoY dari Rp 367,57 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Vice President Investor Relation & Public Affairs AALI, Fenny Sofyan mengungkapkan bahwa faktor utama peningkatan laba bersih dan pendapatan Astra Agro adalah kenaikan harga rata-rata atau average selling price (ASP) CPO pada semester I tahun ini yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
Baca Juga: Menakar Prospek Emiten Konglomerat Penyetor Pajak Terbesar
"Kenaikan ASP CPO pada tahun 2024 sebesar 7,9% dibandingkan tahun 2023. Kami juga mencatat peningkatan penjualan CPO sebesar 5,1% dibandingkan semester I 2023," kata Fenny kepada Kontan.co.id, Selasa (30/7).
Sementara itu, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) berhasil mendongkrak laba hingga 259% yoy ke angka Rp 598,32 miliar pada semester I-2024. Laba bersih LSIP melesat naik meskipun pendapatan dari kontrak dengan pelanggan turun 4% yoy dari Rp 1,88 triliun menjadi Rp 1,8 triliun.
Demikian juga dengan, PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG) membukukan laba bersih Rp 955,34 miliar di semester I, melonjak 103,35% jika dibandingkan periode sama 2023 yaitu Rp 469,80 miliar. TAPG juga mencatat pendapatan sebesar Rp 4,07 triliun pada semester I 2024 atau meningkat 7,95% jika dibandingkan periode sama pada 2023 sebesar Rp 3,77 triliun.
Presiden Direktur TAPG Tjandra Karya Hermanto mengatakan, Oil Extraction Rendemen (OER) yang tinggi ditambah harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang juga berada pada level tinggi menjadi faktor pertumbuhan laba bersih perseroan.
Baca Juga: Produksi CPO Sampoerna Agro (SGRO) Terkendala Cuaca El Nino
“Harga CPO pada semester I 2024 berada pada level yang relatif tinggi karena pasokan minyak nabati dunia belum meningkat signifikan,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima, Jumat (26/7).
Di sisi lain, PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) justru mencatatkan penurunan laba bersih sebesar 24% yoy ke Rp 160,17 miliar di semester I 2024. SGRO mengeruk hasil penjualan sebesar Rp 2,26 triliun di akhir paruh pertama tahun ini, turun 10,95% yoy dari Rp 2,54 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Head of Investor Relation SGRO, Stefanus Darmagiri mengatakan, penurunan laba dan penjualan SGRO pada semester I 2024, disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, penurunan penjualan sebesar 11% yoy yang disebabkan oleh penurunan penjualan CPO sebesar 19% yoy. Ini karena adanya faktor high-based di mana pada periode yang sama tahun lalu (1H23), kami membukukan penjualan CPO sebesar 30% yoy.
“Kedua, kenaikan biaya produksi per kilogram palm-products sebesar 10% yoy pada semester I,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (1/8).
PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) mencatatkan rugi bersih sebesar US$ 4,7 juta pada semester pertama. Kerugian ANJT ini lebih baik dibandingkan rugi bersih sebesar US$ 5,0 juta pada periode yang sama tahun lalu. Austindo juga mencatat penurunan pendapatan sebesar 6,1% yoy ke US$ 108,3 juta pada semester I-2024.
Baca Juga: Triputra Agro Persada (TAPG) Kejar Target Produksi Minyak Sawit
Manajemen ANJT mengatakan, penurunan pendapatan disebabkan oleh pendapatan yang lebih rendah dari segmen kelapa sawit.
“Sementara, penurunan kerugian disebabkan oleh penurunan biaya untuk pemeliharaan jalan dan biaya pemupukan untuk tanaman menghasilkan, serta penurunan biaya pengolahan dan biaya tidak langsung yang diimbangi dengan peningkatan beban bunga dan personel pada semester I,” kata manajemen ANJT dalam keterangan resmi.
Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe melihat, kinerja emiten CPO seharusnya terkerek akibat harga sawit yang lebih tinggi sepanjang semester I-2024.
Sehingga, jika ada emiten yang mengalami penurunan kinerja, sentimennya berasal dari kinerja operasional dan keuangan mereka.
“Misalnya, SGRO umur tanaman sawitnya sudah tua dan tengah melakukan replanting. Jadi, produksi dan penjualannya bisa turun drastis,” ujar kepada Kontan, Kamis (1/8).
Baca Juga: Transaksi di Bursa CPO Minim, Simak Rekomendasi Saham Emiten Sawit
Kiswoyo menjelaskan, usia prima tanaman sawit adalah tujuh sampai 15 tahun. Jika perusahaan tengah melakukan replanting, ada kemungkinan penurunan produksi bisa terjadi sekitar lima tahun.
“Tanaman sawit usia nol sampai lima tahun itu belum bisa produksi sama sekali. Sentimen tambahannya adalah masih ada dampak dari El Nino yang membuat produksi sawit secara keseluruhan turun di semester I,” paparnya.
Di semester II, akan masuk musim panen tanaman sawit yang menyebabkan produksi para emiten bisa meningkat. Di sisi lain, karena produksi sawit global tengah turun, kemungkinan harga CPO tidak akan terkoreksi terlalu dalam.
Kiswoyo memprediksi, harga CPO akan ada di level MYR 4.000 per ton hingga akhir tahun 2024. Melansir Trading Economics, harga CPO saat ini ada di level MR 3.868 per ton.
“Harga pupuk kemungkinan juga akan stabil, mengingat bahan baku utamanya yang berasal dari Rusia juga tak lagi terhambat karena ketegangan geopolitik di sana sudah mulai mereda,” ungkapnya.
Kiswoyo pun merekomendasikan beli untuk LSIP, TAPG, DSNG, dan AALI dengan target harga masing-masing Rp 1.000 per saham, Rp 800 per saham Rp 850 per saham, dan Rp 7.50 per saham.
Baca Juga: Emiten CPO Sudah Merilis Kinerja Kuartal I 2024, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?
Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mencermati, sentimen negatif yang mempengaruhi kinerja emiten sawit di semester I berasal dari faktor cuaca, yaitu dampak kekeringan akibat El Nino.
Sementara, sentimen positif di periode ini berasal dari peningkatan permintaan global dan domestik. Permintaan CPO dari domestik didorong oleh konsumsi yang meningkat serta implementasi biodiesel B40 dan bioetanol 100%.
“Panen raya di semester II juga akan mengekalkan pertumbuhan emiten sawit. Ini dengan catatan harga CPO setidaknya stagnan di level saat ini,” katanya kepada Kontan, Kamis (1/8).
Baca Juga: Kinerja TAPG dan ANJT di Kuartal I 2024 Beda Jauh, Simak Rekomendasi Sahamnya
Nafan pun merekomendasikan hold untuk LSIP dengan target harga Rp 910 per saham dan accumulate untuk AALI dengan target harga Rp 7.075 per saham.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham ANJT ada di level support Rp 615 per saham dan resistance Rp 785 per saham. ANJT direkomendasikan buy on weakness dengan target harga Rp 785 per saham.
Sementara, pergerakan saham SGRO ada di level support Rp 1.900 per saham dan resistance Rp 2.100 per saham. William merekomendasikan wait and see untuk SGRO.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News