Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten produsen batubara kembali dihantam tekanan seiring kinerja ekspor batubara nasional yang kurang mengesankan selama tahun 2025 berjalan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor batubara nasional tercatat sebesar US$ 10,26 miliar pada Januari-Mei 2025, atau turun 19,1% year on year (YoY) dibandingkan nilai ekspor Januari-Mei 2024 sebesar US$ 12,68 miliar.
Baca Juga: DJP Siapkan Solusi Atasi Lonjakan Restitusi Pajak Batubara
Tak hanya itu, volume ekspor batubara nasional Januari-Mei 2025 juga turun 4,65% (YoY) menjadi 156,37 juta ton dibandingkan dengan dengan volume ekspor Januari-Mei 2024 sebesar 163,99 juta ton.
Direktur Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menilai, pelemahan nilai dan volume ekspor batubara Indonesia sangat dipengaruhi oleh perlambatan permintaan komoditas tersebut dari China dan India. Kedua negara ini merupakan konsumen utama batubara dunia.
Importir batubara asal China juga banyak yang menolak menggunakan Harga Batubara Acuan (HBA) sebagai harga referensi pembelian batubara, sehingga mereka beralih ke negara lainnya. “China sendiri juga memangkas impor batubara kualitas rendah untuk mengurangi emisi karbon,” ujar dia, Kamis (3/7).
Jika pelemahan ekspor terus berlanjut, bukan tidak mungkin emiten-emiten produsen batubara akan melakukan revisi terhadap proyeksi produksi atau penjualan komoditas tersebut.
Baca Juga: Bahlil: Kementerian ESDM Buka Peluang Ubah RKAB Mineral dan Batubara Jadi Tahunan
Sementara itu, salah satu emiten batubara, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mengakui bahwa tren pasar batubara global memang sedang berfluktuasi. Perusahaan pelat merah ini pun turut merasakan dampaknya.
PTBA belum mengumumkan data realisasi penjualan batubara baik domestik maupun ekspor untuk semester I-2025. Pada kuartal I-2025, ekspor batubara PTBA tumbuh 34% yoy menjadi 5,09 juta ton. Sedangkan secara keseluruhan, penjualan batubara PTBA naik 7% yoy menjadi 10,28 juta ton dalam tiga bulan pertama 2025.
“Secara umum, mayoritas ekspor batubara PTBA selama ini memang ditujukan ke berbagai negara Asia dengan pasar utama seperti India, Bangladesh, Vietnam, dan beberapa negara Asia Tenggara,” ungkap Corporate Secretary PTBA Niko Chandra, Kamis (3/7).
Beberapa langkah mitigasi telah ditempuh oleh PTBA, salah satunya melalui diversifikasi penjualan pasar domestik dan ekspor. Di pasar domestik, PTBA berusaha memenuhi kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam negeri.
Emiten ini juga mencari peluang untuk mencari peluang ekspor batubara ke negara-negara baru yang memiliki potensi pertumbuhan positif.
Baca Juga: Ekspor Batubara RI Periode Januari-Mei 2025 Turun, Apa Sebabnya?
Daniel memperkirakan kinerja emiten-emiten batubara pada semester II-2025 masih rawan tertekan.
Hal ini seiring kondisi ekonomi global yang belum stabil dan banyaknya negara yang mulai bertransisi menuju energi terbarukan, sehingga dapat berdampak negatif bagi permintaan batubara.
Di sisi lain, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, potensi pemulihan sektor batubara tetap terbuka pada paruh kedua tahun ini.
Salah satu faktor pemicunya adalah sentimen perang dagang yang mulai mereda. Apalagi, banyak negara yang berlomba-lomba bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS) agar terhindar dari tarif resiprokal.
Sentimen ini dapat mendorong perbaikan pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga permintaan batubara di pasar global juga akan pulih.
Baca Juga: Ekspor Batubara Indonesia Periode Januari-Mei 2025 Anjlok, BPS Ungkap Penyebabnya
Ditambah lagi, jelang akhir tahun nanti sebagian negara akan memasuki musim dingin yang tentu akan memicu kenaikan kebutuhan energi seperti batubara.
“Faktor-faktor ini akan menjadi peluang bagi emiten berbasis batubara untuk meningkatkan kembali kinerjanya,” imbuh dia, Kamis (3/7).
Dia menambahkan, dengan kondisi pasar seperti saat ini, sudah saatnya emiten-emiten produsen batubara fokus melakukan diversifikasi bisnis, baik ke sektor pertambangan mineral seperti emas dan nikel ataupun masuk ke sektor energi terbarukan.
Emiten batubara juga bisa mendiversifikasikan bisnisnya dengan mengembangkan proyek gasifikasi batubara sebagai bagian dari hilirisasi komoditas tersebut.
Hanya saja, proyek gasifikasi tersebut memerlukan teknologi canggih dan menelan biaya investasi yang relatif tinggi.
Nafan merekomendasikan akumulasi beli saham AADI dengan target harga Rp 7.425—9.225 per saham. Saham ITMG turut disarankan long term buy dengan target harga Rp 23.100—25.800 per saham.
Adapun saham UNTR direkomendasikan akumulasi beli dengan target harga Rp 21.750—24.000 per saham.
Daniel menyebut saham AADI dapat dipertimbangkan oleh investor dengan target harga jangka panjang di level Rp 8.000 per saham.
Selanjutnya: Moms Wajib Tahu, Ini Sederet Fakta Tarik Tunai Kartu Kredit 2025
Menarik Dibaca: Moms Wajib Tahu, Ini Sederet Fakta Tarik Tunai Kartu Kredit 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News