Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasar Asia dibayangi kewaspadaan di tengah kekhawatiran tarid dan stagflasi. Berikut adalah gambaran mengenai pergerakan pasar Asia hari ini Jumat (21/2):
Penurunan dari rekor tertinggi pada peringatan satu bulan kepemimpinan Donald Trump membuat Wall Street mengalami guncangan yang serupa dengan pasar Asia, yang telah merasakan dampak dari ancaman tarif dan perubahan arah kebijakan luar negeri AS dari aliansi keamanannya yang bersejarah.
Baca Juga: Wall Street Ditutup Merah Kamis (20/2), Investor Cemas Dampak Tarif dan Data Walmart
Situasi ini diperburuk oleh proyeksi suram dari Walmart, peritel terbesar di dunia, yang memperkirakan penurunan penjualan dan keuntungan karena konsumen yang terbebani inflasi mulai mengurangi pengeluaran.
Hal ini semakin memperkuat kekhawatiran akan stagflasi, sebagaimana tergambar dalam risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) bulan Januari yang dirilis pada Rabu (19/2) lalu.
Penurunan 6,5% saham Walmart menjadi faktor utama di balik turunnya indeks S&P 500 sebesar 0,43%, mengalahkan sentimen bullish yang telah mendorong rekor penutupan tertinggi dalam beberapa hari sebelumnya.
Sebagian investor melihat dampak negatif terhadap pertumbuhan akibat kebijakan tarif Trump hanya bersifat sementara.
Baca Juga: Saham Walmart Anjlok 6% Setelah Proyeksi Penjualan Mengecewakan
Meskipun tarif impor dari Kanada dan Meksiko ditunda selama satu bulan sejak awal Februari, Trump telah menerapkan tarif 10% untuk semua impor dari China serta tarif atas baja dan aluminium dari seluruh dunia.
Tim ekonomi Trump juga tengah menyusun rencana tarif timbal balik terhadap negara-negara yang mengenakan pajak pada impor AS.
Selain itu, mereka mempertimbangkan tarif 25% pada impor mobil, semikonduktor, dan produk farmasi.
Meskipun pasar masih berharap pada kebijakan pro-pertumbuhan Trump, muncul kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut justru dapat memperlambat pertumbuhan dan menyebabkan inflasi yang persisten, seperti yang terjadi di era "stagflasi" AS pada 1970-an.
Presiden The Fed Bank of St. Louis, Alberto Musalem, pada Kamis (20/2) memperingatkan tentang tantangan sulit yang akan dihadapi bank sentral AS.
Baca Juga: Ancaman Tarif Trump: Pabrik Amerika Serikat (AS) di Vietnam Bersiap Lakukan PHK
Sementara itu, Presiden The Fed Bank of Chicago, Austan Goolsbee, menyatakan kekhawatirannya bahwa tarif dalam skala besar dapat memicu gangguan pasokan yang signifikan, memperburuk inflasi seperti yang terjadi selama dan setelah pandemi COVID-19.
Risalah pertemuan The Fed pada Januari menunjukkan ketidakpastian para pejabat mengenai dampak kebijakan Trump terhadap inflasi, yang menyebabkan mereka menunda siklus pelonggaran yang telah berlangsung sejak September.
Selain itu, risalah tersebut juga mengungkapkan diskusi mengenai kemungkinan memperlambat atau menghentikan program quantitative tightening, yang dapat mengurangi aliran dana ke obligasi negara AS (Treasuries).
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang meredam spekulasi mengenai peningkatan ukuran lelang obligasi jangka panjang. Akibatnya, imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun turun 3,2 basis poin menjadi 4,503%.
Data terbaru menunjukkan klaim pengangguran mingguan naik moderat menjadi 219.000, dari 214.000 pekan sebelumnya.
Baca Juga: Trump Siapkan Gelombang Tarif Baru, Sasar Kayu, Otomotif, dan Farmasi
Sementara itu, Indeks Ekonomi Terkemuka (Leading Economic Index) dari Conference Board mengalami penurunan 0,3% pada Januari, hampir menghapus kenaikan dua bulan sebelumnya – yang pertama sejak Februari 2022.
Tanpa rilis data ekonomi utama pada Jumat (21/2), pasar Asia kemungkinan akan dipengaruhi oleh ketegangan perang dagang serta perombakan geopolitik Trump, yang baru saja menyebut Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, sebagai "diktator" dan tampaknya lebih berpihak pada Rusia dibandingkan mitra-mitra keamanan tradisional AS di Eropa dalam upaya mengakhiri perang Ukraina.
Yen Jepang dan emas menjadi aset safe-haven utama yang diuntungkan dari kebijakan Trump. Pasangan mata uang dollar/yen turun di bawah 150 ke level terendah sejak awal Desember, sementara emas mendekati angka US$3.000 per ons, hanya terpaut US$50.
Bukan kejutan jika pasar Asia tetap dalam mode penghindaran risiko. Pada Kamis, indeks Nikkei Jepang turun 1,2%, Hang Seng Hong Kong melemah 1,6%, sementara indeks CSI300 China hanya turun 0,3%, tertahan oleh optimisme terhadap perkembangan AI domestik, DeepSeek.
Selanjutnya: Cara Melihat Pengumuman Seleksi Administrasi PPPK 2024 Tahap 2 Di Sscasn.bkn.go.id
Menarik Dibaca: 4 Keuntungan Suka Bangun Pagi, Bermanfaat untuk Kesehatan lo
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News