kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Ketidakpastian sulut fluktuasi minyak


Selasa, 17 Januari 2017 / 08:31 WIB
Ketidakpastian sulut fluktuasi minyak


Reporter: RR Putri Werdiningsih, Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Harga minyak mentah dunia kembali bergerak fluktuatif. Data Bloomberg, Senin (16/1) pukul 17.16 WIB, menunjukkan, harga minyak mentah jenis WTI kontrak pengiriman Februari 2017 di New York Mercantile Exchange menguat 0,44% menjadi US$ 52,60 per barel. Dalam sepekan, harga emas hitam menanjak 1,2%.

Yulia Safrina, Analyst & Research PT Monex Investindo Futures, menyatakan, di tengah ketidakpastian kebijakan ekonomi dunia, pasar cenderung beralih ke aset aman. Sehingga, minyak pun ditinggalkan. Karena itu, penguatan harga yang terjadi kali ini bersifat terbatas.

Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) juga membuat harga komoditas utama ini cenderung tak menentu. Minyak mentah pun masih dilingkupi ketidakpastian keberhasilan rencana OPEC dalam pemangkasan produksi.

Hasil pengurangan produksi tersebut baru bisa dipastikan setelah rilis laporan OPEC akhir Januari nanti. "Kalau memang dijalankan dan hasilnya nyata, ini baru bisa mengangkat harga minyak mentah," kata Yulia kemarin.

Dan, Yulia yakin laporan OPEC memperlihatkan hasil positif sehingga harga minyak mentah kembali naik ke posisi US$ 55 per barel. Hanya, katalis negatif tetap muncul dari peningkatan produksi minyak AS. Sepanjang kuartal IV 2016 hingga semester I 2017, Yulia memperkirakan peningkatan produksi minyak mentah negeri uak Sam bakal mencapai 265.000 barel per hari.

Konsolidasi harga

Deddy Yusuf Siregar, Analis PT Asia Tradepoint Futures, menambahkan, harga minyak juga terancam oleh proses keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) yang akan segera dimulai. Jika terjadi hard Brexit, USD berpeluang menguat dan menekan harga minyak.

Lebih lanjut, Deddy memperkirakan, harga minyak pada kuartal I-2017 bergerak pada rentang US$ 50 per barel-US$ 55 per barel dengan kecenderungan konsolidasi. Sementara sepekan ke depan, peluang minyak menguat masih terbuka, meski dengan pergerakan yang sempit.

Data cadangan minyak AS akan menjadi salah satu sentimen penggerak harga. Di samping itu, pasar menantikan pidato Gubernur The Fed Janet Yellen pada 20 Januari 2017. Pasar mencari sinyal kenaikan suku bunga.

Dari sisi teknikal, harga minyak bergerak di atas moving average (MA) 50, MA100, dan MA200. Indikator moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif menunjukkan tren harga masih bullish. Indikator stochastic naik di level 51 dan relative strength index (RSI) menguat di level 51.

Selasa (17/1), Deddy memprediksikan, minyak menguat di kisaran US$ 51,67-US$ 53,48 per barel dan sepekan ke depan di US$ 50,70-US$ 54,00 per barel. Sedang Yulia menduga, hari ini (17/1) harga minyak terkoreksi pada rentang US$ 52-US$ 53,26 per barel serta di US$ 52-US$ 53,26 sepekan ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×