Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pamor Surat Utang Negara (SBN) pada awal tahun 2016 menanjak. Ini terlihat dari kepemilikan SBN di reksadana yang bertambah Rp 5,97 triliun.
Mengutip situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, porsi SBN dalam reksadana per Maret 2016 mencapai Rp 67,57 triliun atau tumbuh 9,69% ketimbang akhir tahun 2015 sebesar Rp 61,6 triliun.
Analis Fixed Income MNC Securities I Made Adi Saputra menuturkan, manajer investasi memang menambah akumulasi SBN pada produk reksadana pendapatan tetap maupun reksadana campuran racikannya. Sebab, perusahaan berpeluang memperoleh kenaikan harga (capital gain) dari SBN pasca Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga ke 6,75%.
Ini terlihat pada aktivitas lelang SUN maupun sukuk negara sejak awal tahun yang selalu memperoleh kelebihan penawaran alias oversubscribed. “Manajer investasi mengoptimalkan portofolio dengan memaksimalkan SBN,” terangnya.
Desmon Silitonga, Analis PT Capital Asset Management sepakat, pelonggaran kebijakan BI mendorong penambahan akumulasi SBN pada reksadana. Kondisi tersebut mulai terasa sejak pertengahan Februari 2016. Katalis positif juga bersumber dari terjaganya inflasi dalam negeri.
Badan Pusat Statistik menyebutkan, per Maret 2016, Indonesia mengalami inflasi sebesar 0,62% (ytd). “Apalagi kinerja rupiah juga membaik di Rp 13.000-an. Investor memanfaatkan apresiasi harga SUN,” tukasnya.
Menurut Desmon, pelaku pasar juga memanfaatkan pasokan obligasi pemerintah yang besar di awal tahun. Strategi front loading pemerintah mengerek likuiditas beberapa seri SBN.
Sebagian manajer investasi biasanya memang lebih menggemari obligasi negara yang likuid agar mudah membeli atau menjualnya setiap saat. Ke depan, ada peluang penambahan porsi SBN di reksadana.
Pendorongnya, masih memiliki ruang penyusutan BI rate sebesar 25 bps. Hal ini disokong oleh rendahnya tren inflasi Indonesia setelah pemerintah menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Niscaya, target inflasi Tanah Air sepanjang tahun 2016 yang dipatok 3%–5% bakal terwujud.
“Tapi penambahannya SBN di reksadana tidak akan signifikan. Sebab, produk reksadana saham masih mendominasi pasar,” tuturnya. Maklum, biasanya imbal hasil (return) reksadana saham lebih menggiurkan ketimbang jenis produk reksadana lainnya.
Kinerja reksadana saham juga diperkirakan bakal menanjak seiring membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah membidik pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3%, lebih tinggi ketimbang realisasi tahun lalu yang tercatat 4,79%.
Made menerawang, porsi SBN pada reksadana bakal menanjak di waktu mendatang. Amunisi bersumber dari kebijakan teranyar Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam POJK No.1/POJK.05/2016, OJK menetapkan institusi seperti dana pensiun, asuransi, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial wajib memarkirkan dana minimal 10%–30% pada instrumen SBN sebelum akhir tahun 2016.
“Untuk dana pensiun yang kerepotan masuk ke SBN karena dana minim, bisa difasilitasi dengan membeli reksadana yang aset dasarnya obligasi negara,” paparnya.
Made memproyeksikan, sepanjang tahun 2016, akumulasi SBN pada reksadana akan terangkat lebih dari 30%. Berarti, ia memprediksi kepemilikan obligasi negara di reksadana bakal mencapai sekitar Rp 80 triliun sampai akhir tahun 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News