Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Porsi investor asing pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias sukuk negara cukup rendah. Pemodal asing hanya menyimpan Rp 10,5 triliun atau 5,25% total sukuk negara.
Mengacu situs Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per 16 Maret 2016, kepemilikan SBSN domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 200,04 triliun.
Mayoritas sukuk negara masih digenggam bank konvensional sekitar Rp 72,83 triliun. Sementara investor individu Rp 39,28 triliun, asuransi Rp 32,19 triliun, bank syariah Rp 19,5 triliun, investor lain Rp 13,82 triliun, dana pensiun Rp 5,94 triliun, reksadana Rp 5,39 triliun, serta institusi pemerintah Rp 590 miliar.
Porsi asing pada sukuk negara tumbuh 28,99% dibandingkan akhir tahun 2015 senilai Rp 8,14 triliun.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo menilai, portofolio asing di SBSN masih minim. Bandingkan dengan kepemilikan asing di surat utang negara (SUN) yang senilai Rp 585,79 triliun.
Maklum, asing umumnya berinvestasi dengan sistem trading. Sehingga mereka lebih menyukai SUN dengan likuiditas tinggi. Per 16 Maret 2016, kepemilikan SUN domestik yang dapat ditransaksikan Rp 1.353,71 triliun.
Sedangkan sukuk negara didominasi investor domestik, seperti bank, asuransi, serta dana pensiun yang biasanya menggenggam sukuk hingga jatuh tempo alias hold to maturity.
"Strategi ini memiliki risiko lebih rendah dibandingkan sistem available for sale (AFS). Investor dalam negeri juga berharap pada imbal hasil yang diperoleh hingga jatuh tempo," jelas Beben.
Oleh karena itu, dia memprediksi, di waktu mendatang, sulit bagi asing untuk mendominasi sukuk negara. Ia optimistis institusi perbankan maupun non perbankan semisal asuransi, dana pensiun, BPJS Ketenagakerjaan, lembaga penjaminan, hingga individu masih menguasai SBSN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News