Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Per 4 Agustus 2016, porsi asing dalam Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) domestik yang dapat diperdagangkan mencapai Rp 14,6 triliun atau 6,57% dari total outstanding Rp 222,37 triliun. Terkesan masih kecil? Padahal, kepemilikan asing melambung 82,06% sejak akhir tahun lalu di posisi Rp 8,14 triliun.
Analis Infovesta Utama Beben Feri Wibowo menilai, kenaikan porsi asing yang signifikan di sukuk mengindikasikan pertumbuhan minat investor luar negeri. Alasannya, imbal hasil SBSN yang cukup kompetitif ketimbang instrumen pendapatan tetap lainnya.
Apalagi prospek kondisi makro ekonomi Indonesia cukup cerah. Maklum, sepanjang tahun 2016, Bank Indonesia (BI) sudah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali menjadi 6,5%.
"Kepemilikan SBSN yang masih longgar akan menarik minat investor. Meskipun faktor likuiditas SBSN tetap menjadi penghambat," imbuhnya.
Anil Kumar, Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management berpendapat, wajar apabila minat investor asing dalam pasar sukuk dalam negeri masih rendah. Sebab, mayoritas investor luar negeri lebih menggemari instrumen yang likuid agar dapat memenuhi kebutuhan trading mereka.
Sementara pasar sukuk Indonesia yang kurang likuid akan menyulitkan investor asing jika ingin membeli ataupun menjual investasinya setiap waktu.
"Investor asing yang masuk ke sukuk negara biasanya yang pegang hingga jatuh tempo (hold to maturity) dan mengincar imbal hasil tinggi," terangnya. Sebagai kompensasi atas likuiditas yang rendah, umumnya pemerintah memang menyematkan kupon yang lebih besar untuk sukuk negara ketimbang pada SUN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News