Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Harga minyak di pasar global terus memanas akibat tersulut konflik di Irak. Sejak pertengahan Mei lalu, harga kontrak berjangka minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2014 terus bertahan di atas US$ 100 per barel.
Kenaikan harga minyak turut mempengaruhi prospek beberapa sektor saham di Indonesia. Pengamat pasar modal Hans Kwee menilai, kenaikan harga minyak memberikan sentimen negatif pada mayoritas sektor saham domestik. Soalnya, Indonesia adalah negara importir (net importer) minyak dunia. "Apalagi, saat harga minyak naik, kondisi ekonomi dunia memanas. Efeknya, investor valas memilih membeli mata uang yang lebih kuat, seperti dollar AS dan yen Jepang," kata Hans, Minggu (29/6).
Dengan efek seperti itu, Hans bilang, kenaikan harga minyak bakal menekan prospek saham dengan karakteristik tertentu. Pertama, saham yang bahan bakunya mayoritas berbasis impor. Kelompok ini, contohnya saham sektor infrastruktur dan barang konsumsi. Kelompok kedua yang ikut terbakar kenaikan harga minyak adalah saham emiten yang banyak memiliki utang dollar AS dan berisiko menanggung rugi kurs. Beberapa saham kategori ini antara lain Garuda Indonesia (GIAA), Indosat (ISAT), dan Lippo Karawaci (LPKR).
Kelompok terakhir yang rentan adalah saham bank dan properti. Hans bilang, jika defisit neraca dagang konsisten terjadi dalam beberapa bulan ke depan, Bank Indonesia bisa jadi kembali menaikkan suku BI rate. Jika BI rate naik, itu akan kembali mengurangi daya tarik saham perbankan dan properti. Tahun lalu, dua sektor ini sempat terpuruk lantaran BI rate naik secara drastis hanya dalam tempo beberapa bulan.
Kendati secara umum berdampak negatif, kenaikan harga minyak juga menghembuskan sentimen positif pada beberapa saham. Reza Priyambada, analis Trust Securities, menilai, saham produsen minyak tentu menjadi kelompok yang menuai berkah.
Saham sektor minyak sawit mentah (CPO) juga bisa menjadi pilihan. Saat harga minyak yang terus menanjak, perhatian investor terhadap penggunaan biofuel ikut meningkat. Hal ini mendorong pergerakan harga CPO di pasar internasional.
Namun, jumlah saham yang berbasis minyak tak terlalu banyak. Beberapa contohnya adalah Medco Energi Internasional (MEDC), Energi Mega Persada (ENRG), dan Elnusa (ELSA).
Likuiditas saham berbasis minyak pun tak sebaik sektor lain. Tapi, Reza menilai, investor bisa trading jangka pendek di saham berbasis minyak. "Investor sulit memaksimalkan profit saat ini. Satu-satunya cara adalah melakukan trading jangka pendek di saham-saham sektor minyak dan CPO," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News