Reporter: Irene Sugiharti | Editor: Herlina Kartika Dewi
Menurut analis Jasa Capital Utama Chris Apriliony, kenaikan harga komoditas tak banyak berefek dalam menyokong IHSG lantaran data kinerja ekspor impor yang tak menggembirakan. Sebab, meskipun neraca dagang surplus, namun surplus ini ditengarai karena pelemahan impor yang lebih dalam ketimbang penurunan ekspor.
Komoditas sejatinya merupakan salah satu sektor yang mendatangkan pendapatan terbesar di Indonesia. Penguatan pada sektor ini dapat mendorong adanya pertumbuhan yang positif pada perekonomian kita. Dengan adanya kenaikan harga minyak misalnya, dapat turut menolong emiten komoditas lain seperti tambang (batubara) dan emas untuk juga bergerak naik.
Sayangnya tidak dapat dipungkiri bahwa kenaikan minyak juga dapat membawa dampak yang kurang baik bagi beberapa emiten karena dapat meningkatkan cost of production.
Baca Juga: Kilang minyak Arab Saudi diserang, logam mulia semakin berkilau
Meski demikian Chris menilai hal ini hanya akan mempengaruhi beberapa emiten yang memang membutuhkan minyak dalam jumlah besar.
Berkaca pada kinerja Indeks hari ini, komoditas dapat menggerakkan IHSG jika tidak ada penurunan yang signifikan dari sektor lain terutama yang memiliki kapitalisasi lebih besar dari sektor komoditas yang di bursa proporsi kapitalisasinya kurang dari 20%.
Wawan bilang, jika dibandingkan oleh sektor lain, kapitalisasi market sektor komoditas sebenarnya masih berada di bawah sektor perbankan, consumer goods dan infrastruktur. Sehingga jika penguatan harga komoditas diiringi perlemahan tiga sektor lain tersebut bukan tidak mungkin membuat IHSG masih akan terkoreksi.
Hingga akhir tahun, Chris menargetkan IHSG akan ada di level 6.400. Sementara Wawan memprediksi IHSG akan tumbuh hingga 5% dan berada di kisaran 6.550-6.600 hingga akhir tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News