Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ada sinyal kuat jika presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) bakal menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi beberapa saat setelah dirinya resmi menjabat sebagai presiden. Sepintas, rencana ini merupakan sentimen positif bagi distributor BBM, PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Sebab, sebagian BBM yang didistribusikan oleh perseroan merupakan BBM bersubsidi. "Tapi, meski harga BBM bersubsidi naik, secara keuangan kami tidak akan berpengaruh," imbuh Direktur Keuangan AKRA kepada wartawan di Jakarta, (2/9).
Pasalnya, pendapatan yang diperoleh dari distribusi BBM bersubsidi AKRA jumlahnya terbilang kecil. Kontribusinya hanya sekitar 15%-20% terhadap total penjualan perseroan. Sementara, sisanya antara 80%-85% merupakan distribusi BBM non-subsidi yang didistribusikan untuk industri.
Lagipula, skema pembelian BBM bersubsidi ke pemerintah menggunakan acuan harga ekonomis. Jadi, meskipun harga jual bbm bersubsidi dinaikkan, pemerintah akan membayar kekurangan nilai dari harga ekonomis yang ditetapkan.
"Kenaikan harga mungkin akan berpengaruh terhadap permintaan konsumen atas BBM beraubsidi," ujar Suresh. Logikanya memang seperti itu. Harga yang meningkat dapat menekan permintaan.
Namun, pada kenyataannya permintaan atas BBM itu sifatnya tidak elastis lantaran hingga saat ini belum ada barang substitusi yang secara signifikan dapat menggantikan bahan bakar fosil. Jadi, meski harga BBM dinaikan, permintaannya akan tetap ada, bahkan terus tumbuh, apalagi saat ini BBM sudah menjadi permintaan primer bagi seluruh kalangan masyarakat.
Analis KDB Daewoo Securities Indonesia Betrand Raynaldi memiliki hitung-hitungannya tersendiri. Menurutnya, jika harga BBM bersubsidi nantinya jadi dinaikkan, maka hal tersebut dapat memberikan dampak positif bagi AKRA.
Betrand, dalam risetnya belum lama ini menjelaskan, AKRA merupakan satu satunya perusahaan swasta yang mendistribusikan BBM bersubsidi selain Pertamina. Bisnis perdagangan dan distribusi BBM menyumbang 78% pendapatan perseroan.
Pada tahun 2014 perseroan mendapat jatah 640 ribu Kilo liter (KL) BBM bersubsidi, naik dari sebelumnya 268 ribu KL jatah awal tahun lalu. Sementara, pada pada tahun ini volume subsidi adalah 46 juta KL.
Betrand menilai, jumlah tersebut akan terus meningkat karena perseroan memilki logistik yang terintegrasi dan teknologi untuk mengawasi dan mengendalikan penjualan BBM bersubsidi. Selain itu, perseroan juga mencatat semua nomor kendaraan pembeli BBM bersubsidi dan melaporkannya ke BPH migas dan Departemen Keuangan, sebagai prasyarat pembayaran subsidi. Hal ini tidak dilakukan oleh Pertamina.
Nah, hal yang menguntungkan dari kenaikan harga BBM bersubsidi bagi AKRA adalah, semakin kecil disparitas BBM bersubsidi dengan non subsidi akan mendorong peningkatan volume penjualan non subsidi.
"Hal ini akan menguntungkan perseroan setidaknya dalam dua hal. Pertama, penjualan BBM non subsidi perseroan pada tahun 2013 mencapai 1.9 juta KL dengan market share 6%. Kedua, permintaan jasa logistik (pemakaian tangki dan distribusi) perseroan dari SHELL untuk mendistribusikan ke SPBU -nya akan meningkat," tutur Betrand.
Dia menambahkan, saat ini saham AKRA diperdagangkan pada forward P/E sebesar 24,3x, yang relatif tinggi namun masih cukup wajar mengingat selama 5 tahun terakhir ROE perseroan mencapai 28% dan perseroan mempunyai prospek yang cukup baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News