kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.306.000 -0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan moneter longgar memompa likuiditas dan mengangkat obligasi


Selasa, 29 Desember 2020 / 18:47 WIB
Kebijakan moneter longgar memompa likuiditas dan mengangkat obligasi
ILUSTRASI. Kebijakan moneter ultra longgar masih akan menurunkan yield obligasi di tahun depan.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Sementara ketika pemulihan ekonomi tidak berjalan sesuai harapan dan lambat, permintaan terhadap SBN justru akan terlalu tinggi. Fikri menilai akan terjadi crowding out effect di pasar obligasi seiring dana yang kembali menumpuk di SBN. Hal ini akan berdampak buruk terhadap pasar keuangan lain di luar obligasi. 

“Jadi untuk tahun depan memang sebaiknya strategi investasi pada tahun depan dibagi rata, sudah tidak perlu berfokus lagi pada SBN seperti tahun lalu. Dengan asumsi semuanya berjalan sesuai harapan, pasar keuangan dan sektor riil akan berkinerja positif, jadi lebih baik bisa menangkap peluang tersebut dengan membagi rata ke kelas aset yang ada,” tambah Fikri.

Untuk prospek obligasi korporasi, Fikri melihat instrumen ini bisa jadi salah satu yang menarik karena berpotensi menambah return bagi investor. Dari sisi risiko, ia menyebut masih cukup terukur karena berdasarkan hitungan Pefindo, default rate obligasi korporasi hanya 0,84%. Dengan yield SUN yang kemungkinan turun, tentunya obligasi korporasi bisa jadi pilihan bagi investor.

Hitungan Fikri, spread yield yang ditawarkan obligasi korporasi dengan rating AAA berkisar 150 - 220 bps. Sementara dari default rate, rating AAA ini bahkan 0%. Jika investor memang profilnya agresif, Fikri menyebut default rate obligasi korporasi rating A hanya 2,2%. Secara umum, nilai tersebut masih lebih rendah dibanding portofolio aset yang punya risiko serupa. 

Baca Juga: Prospek investasi obligasi pada 2021 masih cerah, cermati strategi berikut ini

“Tapi kalau untuk obligasi korporasi memang sebaiknya diperhatikan dengan seksama dan disesuaikan dengan profil investor. Walaupun kemampuan bayar perusahaan secara agregat untuk tahun depan risikonya turun, tetap saja risiko gagal bayar tetap ada. Jadi perlu dicermati,” jelas Fikri.

Sementara untuk obligasi negara, Fikri melihat investor bisa mengambil posisi dengan durasi 10 - 20 tahun untuk mendapatkan yield paling optimal. Hal ini dikarenakan untuk SBN dengan durasi di atas 20 tahun, yield akan relatif lebih rendah seiring menurunnya tingkat risiko jangka panjang. Sedangkan SBN jangka pendek, dengan adanya kebijakan moneter longgar, yield-nya akan turun lebih cepat.

“Untuk tahun depan, dengan asumsi semuanya berjalan sesuai harapan dan pertumbuhan ekonomi bisa positif, yield SUN acuan 10 tahun bisa di kisaran 5,5%-5,7%. Sementara untuk obligasi korporasi dengan rating AAA, untuk tenor 5 tahun kemungkinan di 6,5%-6,7%,” tutup Fikri.

Baca Juga: Ada 9 emisi dalam pipeline, BEI optimistis penerbitan surat utang 2020 bakal tumbuh

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×