kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,29   2,96   0.33%
  • EMAS1.310.000 -0,23%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan green energy Biden akan menguntungkan emiten penambang logam


Selasa, 19 Januari 2021 / 17:58 WIB
Kebijakan green energy Biden akan menguntungkan emiten penambang logam
ILUSTRASI. Produksi kendaraan listrik akan meningkatkan kebutuhan nikel dan timah.


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Joe Biden, adalah pengembangan energi baru terbarukan atau energi hijau (green energy). Hal ini berbanding terbalik dengan pendahulunya, yakni Donald Trump, yang pro dengan penggunaan energi konservatif sebagai penggerak ekonomi.

Salah satunya adalah rencana mendorong produksi mobil listrik. Hal ini tercantum dalam rencana penanggulangan perubahan iklim, yang akan digunakan untuk mengatasi perubahan iklim, menargetkan jaringan listrik bebas emisi karbon pada 2035, dan pengembangan sektor transportasi dekarbonisasi melalui pembuatan mobil listrik.

Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Maryoki Pajri Alhusnah mengamini, kebijakan Biden ini akan menjadi katalis positif terhadap harga komoditas nikel dan timah. Dia bilang, kampanye ini akan meningkatkan ekspektasi penggunaan kendaraan listrik (electric vehicles) ke depannya.

“Dan tentunya akan meningkatkan permintaan nikel dan timah karena kedua komoditas ini akan diperlukan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik,” terang Maryoki saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (19/1).

Baca Juga: IHSG merosot 1,06% ke 6.321 pada Selasa (19/1), saham ANTM top loser LQ45

NH Korindo Sekuritas berekspektasi bahwa harga nikel akan berada pada rentang US$ 16.000 per ton-US$ 17.000 per ton. Namun, jika dilihat kondisi sekarang yang tentunya sudah di luar ekspektasi, Maryoki memproyeksikan kenaikan harga nikel tidak akan setinggi di awal tahun 2021.

Sementara tahun ini akan ada beberapa katalis yang bisa mempengaruhi harga timah, salah satunya adalah pulihnya ekonomi China dan beberapa negara di dunia. Aktivitas manufaktur elektronik yang juga perlahan pulih menjadi katalis positif untuk timah. Ini karena produk timah banyak dipakai di barang-barang elektronik.

Booming kendaraan listrik juga menjadi katalis positif bagi timah karena penggunaan timah pada kendaraan listrik akan tiga kali lebih besar daripada kendaraan biasa. NH Korindo Sekuritas Indonesia memproyeksi harga timah akan normal dan stabil di kisaran harga US$ 18.000 per ton-US$ 20.000 per ton.

Baca Juga: Volume penjualan cenderung flat, begini rekomendasi saham PT Timah (TINS)

Stimulus jumbo

Salah satu program andalan Biden adalah paket stimulus jumbo senilai USD 1,9 triliun untuk membangkitkan perekonomian dan mempercepat respons negara terhadap pandemi virus Covid-19. Meski jumlah uang yang nantinya beredar cukup banyak, Maryoki melihat stimulus ini memiliki dampak yang tidak terlalu signifikan terhadap harga komoditas emas.

Hal ini mengingat pasar telah priced in terhadap kondisi ini beberapa waktu yang lalu. Alhasil, dengan adanya stimulus ini dan beberapa kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintahan Joe Biden, akan membuat harga emas tetap berada di kisaran US$ 1.800 per ons troi.

Akhir kata, pelantikan Biden akan memiliki dampak positif terhadap sektor nikel dan dikarenakan kampanyenya terhadap kendaraan listrik bakal menguatkan harga nikel dan timah. Untuk sektor emas dan batubara, NH Korindo Sekuritas tetap memberikan rating netral.

Baca Juga: Pergerakan harga nikel global terdorong oleh perbaikan ekonomi China

Maryoki mengatakan, investor harus selektif dalam memilih saham di sektor tambang logam. Meskipun industri di sektor ini diterpa katalis positif, namun beberapa saham sudah berada di atas harga wajar.

Misalkan saja saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Maryoki menilai, berdasarkan fundamental perusahaan, saat ini harga saham ANTM dan INCO sudah jauh  di atas harga wajar. Saham ANTM menguat 320,16% selama setahun sedangkan saham INCO menguat 103,77% dalam setahun.

Dus, para investor harus berhati-hati dengan keadaan seperti ini. Maryoki merekomendasikan sell untuk ANTM dan INCO dengan target harga masing-masing berada pada Rp 1.480 per saham dan Rp 4.530 per saham.

Baca Juga: Uni Eropa gencar tolak sawit Indonesia, tapi sangat butuh nikelnya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×