kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.061   77,63   1,11%
  • KOMPAS100 1.056   15,88   1,53%
  • LQ45 830   13,14   1,61%
  • ISSI 214   1,37   0,65%
  • IDX30 424   7,47   1,80%
  • IDXHIDIV20 510   8,45   1,68%
  • IDX80 120   1,82   1,54%
  • IDXV30 125   0,87   0,70%
  • IDXQ30 141   2,25   1,62%

Kasus Evergrande Dilihat Tak Akan Berdampak Negatif ke Emiten di Tanah Air


Kamis, 01 Februari 2024 / 10:58 WIB
Kasus Evergrande Dilihat Tak Akan Berdampak Negatif ke Emiten di Tanah Air
ILUSTRASI. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/14/01/2024


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Raksasa properti China Evergrande Group diperintahkan Pengadilan Hong Kong untuk melakukan likuidasi aset seusai gagal melakukan restrukturisasi utang.

Akibat masalah perdagangan saham China Evergrande, China Evergrande New Energy Vihicle Group dan Evergrande Property Services dihentikan.

Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, adanya kasus tersebut memberikan dampak buruk secara sentimen bagi sektor keuangan global. Di sisi lain, sektor properti secara global pun ikut terkena imbas sentimen negatifnya.

“Kasus ini belum tentu berimbas pada sektor properti secara langsung di dalam negeri, karena tidak ada eksposur perusahaan-perusahaan properti dalam negeri ke Evergrande. Termasuk juga perusahaan-perusahaan pendukung properti seperti semen, keramik, baja, dan lainnya,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (1/2).

Baca Juga: Menakar Dampak Krisis Evergrande Terhadap Kinerja Emiten di Indonesia

Namun, Reza melihat ada kemungkinan penurunan kinerja bagi emiten baja Tanah Air yang memiliki banyak eksposure ke China. Sebab, kasus Evergrande tentu akan mempengaruhi perekonomian china yang dapat berimbas negatif ke sejumlah industri di sana.

“Jika ekonomi China mengalami penurunan, maka akan mempengaruhi permintaan industri mereka,” paparnya.

Sementara, kinerja sektor properti di Indonesia masih relatif aman ke depannya. Sebab, model pembiayaan kepemilikan properti masih normal, yaitu melalui KPR dan KPA.

Reza melihat, saham emiten properti pun masih bisa dilirik oleh investor, seperti BDSE, CTRA, DMAS, SMRA, dan DILD.

Baca Juga: Buntut Kasus Evergrande Diyakini Tidak Akan Merembet ke Indonesia

Menurut Reza, untuk proses KPR melalui perbankan, konsumen harus melalui seleksi ketat. Jadi, pihak yang tidak memiliki rekam jejak kredit yang baik tak akan bisa memperoleh fasilitas KPR.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) masih mampu menjaga kondisi makro yang relatif kondusif dengan tidak menaikkan suku bunga.

“Kebijakan itu untuk menjaga daya beli masyarakat meskipun juga dihadapkan pada kondisi rupiah yang cenderung mengalami pelemahan,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×