Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) memperluas fasilitas produksi yang diharapkan dapat berkontribusi terhadap program substitusi impor yang dicanangkan pemerintah.
Krakatau Steel memperluas fasilitas pabrik baja lembaran panas atau hot strip mill (HSM) 2 dengan rencana investasi sebesar US$ 521 juta. Adapun kapasitas produksi di tahap pertama sebesar 1,5 juta ton Hot Rolled Coil (HRC) per tahun. Untuk tahap selanjutnya ditargetkan meningkat menjadi 4 juta ton HRC/tahun.
Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim menyampaikan, produk utama dari HSM 2 ini adalah produk baja HRC yang didedikasikan untuk memenuhi pasar otomotif dengan spesifikasi kualitas yang tinggi.
Baca Juga: Pabrik baru Krakatau Steel (KRAS) diharapkan dapat memperkuat industri baja nasional
"Dengan dioperasikannya pabrik HSM 2, kapasitas produksi HRC Krakatau Steel bertambah 1,5 juta ton per tahun," jelasnya dalam keterangan resmi, Kamis (25/3).
Ia menambahkan, produksi eksisting HSM PTKS saat ini mencapai 2,4 juta ton, artinya dengan penambahan 1,5 juta ton dari pabrik HSM 2, kapasitasnya menjadi jadi 3,9 juta ton per tahun.
"Kami bisa berkontribusi terhadap market HRC lokal sebesar 65%, sisanya didukung oleh industri lainnya di dalam negeri," kata Silmy.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi langkah Krakatau Steel yang telah menambah kapasitas produksi besi dan baja.
Menurut Agus, transformasi Krakatau Steel berjalan dengan baik, terutama karena sekarang sudah menjadi perusahaan publik. Apalagi dengan dioperasikannya pabrik HSM 2, HRC PTKS menjadi 3,9 juta ton/tahun.
Menperin menyebutkan, hasil kunjungan tersebut akan disampaikan kepada Presiden agar nantinya bisa langsung hadir untuk meresmikan pabrik ini pada minggu ketiga April mendatang.
Produk HRC tersebut diharapkan dapat mengisi pasar baja nasional, terutama untuk supply chain otomotif dan pengembangan infrastruktur yang semakin didorong agar meningkat. "Kami percaya ini akan memberi kontribusi signifikan, khususnya bagi industri otomotif," ujar Menperin.
Baca Juga: IHSG diprediksi melanjutkan pelemahan, simak pergerakan RALS, INDY, dan KRAS
Pada kesempatan yang sama, Menperin mengemukakan, pada tahun 2021, sektor industri logam dasar diperkirakan tumbuh 3,54%.
Hal ini menunjukkan industri baja merupakan industri high resilience yang mampu bertahan di tengah pandemi Covid-19 dan siap untuk kembali meningkatkan kemampuan dan performanya di tahun ini.
“Pada masa pandemi Covid-19, sektor industri logam dasar tetap bertumbuh dengan baik. Pada tahun 2020 industri logam mengalami pertumbuhan positif,” tuturnya.
Hal ini didukung dengan nilai realisasi investasi yang tinggi dan neraca perdagangan surplus di industri logam, khususnya untuk logam dasar serta upaya pengendalian impor besi baja nasional.
Agus menambahkan, dalam rangka mendorong industri logam nasional yang berdaya saing tinggi, perlu diciptakan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif guna mendongkrak utilisasi serta kemampuan inovatif pada sektor tersebut.
Menurutnya, untuk menciptakan iklim usaha industri logam yang kondusif di masa pandemi ini, pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian menjalankan beberapa kebijakan bagi industri agar bisa tetap menjalankan kegiatan usahanya sehingga bisa bertahan dalam kondisi sulit ini.
Bahkan, diharapkan berkontribusi dalam pemulihan ekonomi nasional dari ancaman resesi di masa pandemi.
Dalam menetapkan kebijakan tersebut, Kemenperin telah menempatkan industri baja sebagai salah satu partner strategis yang merupakan mother of industry bagi sektor manufaktur.
Baca Juga: Bos Krakatau Steel (KRAS) bantah tuduhan selundupkan baja dari China
“Sebagai komponen utama pembangunan ekonomi nasional, sektor Industri Logam berpotensi memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi melalui added value serta akan menjadi multiplier effect bagi aktivitas sosial ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penghasil devisa dan pada akhirnya akan menjadi faktor pendorong (push factor) bagi peningkatan daya saing ekonomi bangsa,” imbuhnya.
Di masa yang penuh tantangan bagi industri saat ini, Kemenperin terus berupaya menerbitkan berbagai kebijakan yang mendukung eksistensi sektor manufaktur nasional, termasuk industri baja.
Kebijakan tersebut di antaranya regulasi impor baja berdasarkan supply-demand, fasilitas harga gas bumi bagi sektor industri sebesar US$ 6 per MMBtu, penerbitan Izin Operasional Mobilitas dan Kegiatan Industri (IOMKI), serta pengaturan tata niaga besi baja.
“Kebijakan-kebijakan tersebut dirumuskan dengan maksud memberikan jaminan dan kesempatan bagi industri nasional, khususnya industri baja, agar dapat bersaing di pasar nasional maupun mancanegara,” tegas Menperin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News