Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Serangan balas dendam dari Iran ke Amerika Serikat (AS) membuat sitasi perang kedua negara semakin memanas. Skema terburuknya, jika kondisi tersebut terus berlanjut panas dan semakin panjang, mata uang Garuda bisa ikut terdampak dan terkerek ke level psikologis Rp 15.000 per dolar AS.
Untungnya, untuk saat ini pergerakan rupiah masih dalam kategori stabil meskipun sedikit melemah. Pada perdagangan Rabu (8/1) rupiah tercatat melemah 0,16% ke level Rp 13.900 per dollar AS. Di kurs tengah Bank Indonesia (BI) rupiah juga melemah 0,11% ke Rp 13.934 per dolar AS.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf mengungkapkan, bila skema terburuk terjadi, yakni konflik AS dan Iran semakin memanas dan berkepanjangan hingga melibatkan negara-negara sekutu atau aliansi kedua negara tersebut, kemungkinan rupiah berpeluang melorot mendekati level Rp 15.000 per dolar AS di tahun ini.
Baca Juga: Rupiah diprediksi bakal konsolidasi besok, simak sentimen pendorongnya
Dia memaparkan, memanasnya perang AS dan Iran dikhawatirkan mengancam pergerakan harga minyak global. Apalagi, Iran dikabarkan bakal menutup jalur distribusi minyak di Selat Hormuz. Sebagaimana diketahui, Iran merupakan salah satu negara produsen minyak raksasa di dunia.
Alhasil, ketika jalur distribusi minyak global terhambat, potensi harga minyak membengkak cukup besar. Tentunya, kondisi tersebut bakal memperparah defisit transaksi berjalan (CAD) Tanah Air yang sudah membuncit.
Alwi menegaskan, bukan tanpa alasan jika rupiah akan tertekan ketika kondisi CAD terdampak dan ikut membengkak. Ditambah lagi, arus masuk investasi dana asing ke emerging market termasuk Indonesia ikut terancam dan berpotensi menyebabkan capital outflow karena pasar beralih ke safe haven.
"Level kritikal yang diantisipasi jika perang memburuk adalah Rp 15.000 per dolar AS. Namun, melihat kondisi saat ini pelemahan rupiah masih akan tertahan oleh positifnya data ekonomi domestik," jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Rabu (8/1).
Untuk itu, Alwi optimistis rupiah hingga Maret 2020 cenderung masih akan bergerak di kisaran Rp 13.750 per dolar AS hingga Rp 14.020 per dollar AS. Dengan syarat, kondisi perang antara AS dan Iran bisa mereda.
Di samping itu, beberapa data ekonomi Tanah Air dalam beberapa waktu terakhir cukup positif, disertai dengan tingkat kenyamanan konsumen yang masih positif. Selain itu, data cadangan devisa per Desember 2019 juga tercatat positif naik US$ 2,9 miliar ke level US$ 129,2 miliar.
Baca Juga: Ekonom Bank Permata : Cadangan devisa kuat berkat rupiah perkasa
Secara teknikal, pergerakan rupiah juga sudah menembus pola triangle dan menembus level support Rp 13.960 per dolar AS. Kondisi tersebut membuat rupiah masih akan bergerak bullish secara teknikal.
"Serangan balik yang dilakukan Iran harusnya membuat AS berpikir ulang untuk memperpanjang konflik, mengingat Iran bukan negara yang mudah untuk ditaklukkan begitu saja. Kelihatannya, negara aliansi juga melakukan rekonsiliasi untuk mendinginkan suasana," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News