kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika investor reksadana belum redemption, itu baru sebatas potensi rugi


Jumat, 03 Juli 2020 / 16:54 WIB
Jika investor reksadana belum redemption, itu baru sebatas potensi rugi
ILUSTRASI. Ilustrasi investasi reksadana. KONTAN/Muradi/2020/03/10


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret lalu membuat banyak investor reksadana mengalami potensi kerugian investasi. Hal ini terutama terjadi pada produk reksadana saham atau yang underlying aset investasinya adalah saham-saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Direktur Infovesta Utama Parto Kawito mengatakan, potensi kerugian tidak hanya terjadi di reksadana berbasis saham, jenis reksadana lain seperti reksadana pendapatan tetap juga mengalami fase naik-turun seiring pergerakan harga obligasi yang menjadi underlying-nya.

Meski demikian, selama investor tidak mencairkan atau melakukan redemption atas reksadananya maka masih disebut sebatas sebagai potensi rugi. “Kerugian baru terjadi ketika investor melakukan redemption atas reksadana yang dimilikinya,” ujar Parto dalam keterangannya, Jumat (3/7).

Baca Juga: Begini prospek industri reksadana di paruh kedua 2020

Naik turunnya investasi di reksadana, lanjut Parto, sebenarnya adalah hal biasa. Indonesia sempat mengalami beberapa kali masa krisis dan terbukti bisa melewatinya dengan baik. Seperti di tahun 1998 lalu kemudian di tahun 2008 akibat krisis keuangan di Amerika yaitu subprime mortgage facility, industri reksadana di Indonesia juga terkena dampaknya. "Kembali ke sejarah, tahun 1998 saham turun, 2008 turun, ternyata kemudian saham dan reksadana berbalik dan kembali naik lagi," kata Parto.

Malah, imbuh Parto, setiap krisis sesungguhnya juga memberikan peluang investasi karena nilai unit investasi menjadi terdiskon. Dan ini menjadi kesempatan buat investor untuk melakukan top up.

Strategi average down ini membuat harga pembelian rata-rata menjadi turun. Sehingga ketika kondisi pasar mulai membaik, posisi untung lebih mudah dicapai dibanding tanpa melakukan average down.




TERBARU

[X]
×