kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Isu permintaan bisa menahan laju CPO


Senin, 20 Januari 2014 / 07:30 WIB
Isu permintaan bisa menahan laju CPO
ILUSTRASI. Prakiraan cuaca hari ini Senin (29/8) di Jawa dan Bali dari BMKG cerah hingga hujan ringan. Tribun Bali/Andriansyah.


Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Harga minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) terkerek dalam sepekan terakhir. Pergerakan harga minyak nabati ini diuntungkan dengan melemahnya rupiah terhadap dollar AS. Namun, karena minim sentimen fundamental, laju kenaikannya terbatas.

Mengacu data Bloomberg, akhir pekan lalu (16/1), harga CPO untuk kontrak pengiriman April 2014 di Bursa Derivatif Malaysia naik tipis 0,12% dibanding hari sebelumnya ke level RM 2.540 per metrik ton (MT). Dalam sepekan pun, harga minyak sawit hanya menguat 0,48%.
 
Analis Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir menyebut, reli harga minyak sawit imbas dari tidak kunjung pulihnya mata uang Indonesia dan Malaysia. Pasalnya, dua negara ini merupakan produsen CPO terbesar di dunia. Menurutnya, nilai rupiah dan ringgit yang lebih murah memberikan outlook peningkatan ekspor CPO dari kedua negara itu. Maka, harganya pun bergerak naik.

Renji Betari, analis komoditas dari Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) sependapat. Ia menilai, pelemahan rupiah memang mendorong ekspor CPO dari Indonesia. Ini bisa berlanjut dalam beberapa waktu ke depan.

Mungkin tertekan

Namun, kata Zulfirman, ada kekhawatiran surutnya permintaan dari India dan China. Dua negara ini merupakan inportir CPO terbesar di dunia.

Pekan lalu, India mengerek bea masuk impor untuk produk hilir minyak sawit dari 7,5%, menjadi 10%. "Ini memicu kekhawatiran, importir CPO di India  akan mengurangi permintaan demi menekan biaya," paparnya.

Sementara, dari China, data produk domestik bruto (PDB) China year on year yang akan dirilis awal pekan ini, diprediksi terkoreksi dari 7,8%, menjadi 7,6%. Ini mengindikasikan ekonomi China mungkin melambat, sehingga berimbas harga CPO melandai.

Namun, Zulfirman bilang, secara teknikal, harga CPO masih berpotensi menguat. Indikator stochastic telah berada di area jenuh jual (oversold). Indikator relative strength index (RSI) juga menyediakan tenaga bagi kenaikan harga minyak sawit.

Tapi, harga CPO berpotensi sideways, jika dilihat dari pegerakannya yang terperangkap dalam moving average (MA) 50 dan MA 100, yang berada dalam pola rectangle.

Maka, Zulfirman pun memperkirakan, harga CPO sepekan ini akan bergerak terbatas di kisaran RM 2.495 - RM 2.580 per MT. Adapun, pada hari ini (20/1), harga CPO bisa bergulir antara RM 2.525 - RM 2.565 per MT.

Sedangkan, Renji masih melihat ada peluang harga CPO  reli terbatas, di kisaran RM 2.500 - RM 2.600 per MT pada hari ini. "Dalam sepekan, harganya bisa bergerak dalam range RM 2.500 - RM 2.700 per MT," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×