Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Usai demo besar-besaran 411, muncul lagi isu demo 212 yang kabarnya akan mendatangkan masa lebih besar. Benar terjadi atau tidak yang pasti hal ini merupakan sentimen negatif di pasar.
Setidaknya, hal ini disampaikan oleh Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) David Sumual. Menurutnya, kekhawatiran investor tetap ada, hanya skalanya saja yang berbeda.
Andai saja demo benar terjadi tapi berjalan damai, tetap akan memunculkan kekhawatiran. "Tapi hanya sedikit, Premi risikonya masih kecil, masih ada kekhawatiran, tapi dikit," ujar David di Jakarta, Senin (21/11).
Nah, yang menjadi kekhawatiran terbesar adalah, jika ternyata demo 212 berjalan anarkis, akan membuat stabilitas politik goyah. Pada akhirnya, gesekan ke kondisi perekonomian pun muncul.
"Bukan hanya investor dalam negeri, tapi investor asing juga khawatir apalagi jika kondisi ini terjadi berlarut-larut," tambah David.
Oleh karena itu, peran pemerintah untuk meredam aksi ini dengan cepat sangat dibutuhkan.
Seperti diketahui, sentimen ini berawal dari protes terhadap Gubernur Non-Aktif Basuki Tjahya Purnama alias Ahok yang diduga menistakan agama.
Demonstran menuntut kasus ini diproses hukum. Pihak kepolisian sejatinya sudah menindaklanjuti kasus ini. Bahkan, hasil gelar perkara justru menjadikan Ahok menjadi tersangka sehingga kasusnya harus dilanjutkan ke meja hijau.
Namun, sejumlah pihak tidak puas akan hasil ini, salah satunya Panglima Lapangan Gerakan Nasional Pengawas Fatwa MUI (GNPF-MUI), yang juga Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI).
Permintaannya justru bergeser, meminta Ahok segera ditahan karena sudah menjadi tersangka. Tuntutan ini dinilai sudah keluar dari agenda demo 411 lalu.
Disisi lain, pihak kepolisian sesuai undang-undang juga tidak bisa sekonyong-konyong menahan seseorang yang sudah menjadi tersangka. Perlu ada unsur objektif dan subjektif yang perlu dipenuhi untuk memutuskan orang tersebut perlu ditahan atau tidak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News