Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu dedolarisasi mencuat. Meski begitu, fundamental dolar AS dinilai masih kuat dan masih menguntungkan sebagai instrumen investasi.
Berdasarkan pemberitaan Reuters, isu tersebut muncul seiring dengan beberapa faktor. Persaingan dengan China, dampak dari perang Rusia di Ukraina, dan perselisihan di Washington mengenai pagu utang AS telah menempatkan status dolar sebagai mata uang dominan di dunia di bawah pengawasan baru.
"Pengucilan Rusia dari sistem keuangan global tahun lalu juga memicu spekulasi bahwa sekutu-sekutu non-AS akan melakukan diversifikasi dari dolar AS," tulisnya Kamis (25/5).
Baca Juga: Apakah Dolar AS akan Segera Ditinggalkan?
Apalagi perdagangan sedang bergeser. India membeli minyak Rusia dalam dirham dan rubel UEA. China beralih ke yuan untuk membeli minyak, batu bara, dan logam Rusia senilai US$ 88 miliar.
Perusahaan minyak nasional China, CNOOC dan TotalEnergies dari Perancis menyelesaikan perdagangan LNG dalam mata uang yuan untuk pertama kalinya pada bulan Maret.
Meski begitu, Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong menilai dolar AS tidak akan terancam dalam waktu dekat. Namun, diakuinya sentimen ini adalah tren dan apabila berlanjut maka mungkin dalam sepuluh tahun ke depan, dolar AS sebagai reserve currency akan bisa di bawah 50%. Adapun saat ini di level 59%.
"Namun apakah yuan akan menggantikannya, susah diketahui. Bank sentral bisa mengalihkan cadangan devisa mereka ke mata uang non major lainya juga atau perdagangan dengan currency swap agrement, serta tentunya emas," papar Lukman.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap 4 Tantangan Besar yang Harus Dihadapi Usai Pandemi Berakhir
Oleh sebab itu, prospek dolar AS untuk tahun ini masih kuat. Menurutnya, penurunan pada dominasi dolar AS tidak bisa langsung diterjemahkan sebagai pelemahan dolar AS sendiri.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo juga mengamini. Hal itu dilihat dari indeks dolar AS pada hari Kamis naik 0,35%. Selain itu, didukung dari data ekonomi AS.
Adapun klaim pengangguran awal mingguan AS naik 4.000 menjadi 229.000, menunjukkan pasar tenaga kerja yang lebih kuat dari ekspektasi 245.000. PDB kuartal I AS direvisi naik menjadi 1,3% dari 1,1% karena konsumsi pribadi kuartal I direvisi naik menjadi 3,8% dari 3,7%.
Lalu, deflator PCE inti kuartal I direvisi naik menjadi 5% dari 4,9%. Indeks aktivitas nasional Fed Chicago April AS secara tak terduga naik 0,44 menjadi 0,07, lebih kuat dari ekspektasi penurunan ke minus 0,20.
Penjualan rumah tertunda April AS tidak berubah secara bulanan (MoM), lebih lemah dari ekspektasi 1% MoM. Hal itu Karena statistik secara historis menunjukkan ekonomi AS yang lebih kuat dari yang diperkirakan, pasar mulai mengevaluasi secara serius kemungkinan kenaikan suku bunga lain dari Federal Reserve.
"Laporan Core PCE hari ini sebagai ukuran inflasi yang disukai Fed, akan menjadi sorotan. Pembacaan yang lebih tinggi dari perkiraan akan meningkatkan ekspektasi pasar untuk kenaikan Fed lainnya," paparnya.
Selain itu, lonjakan imbal hasil T-note 10-tahun Kamis ke level tertinggi, memperkuat perbedaan suku bunga dolar AS dan bullish untuk dolar AS. Kemudian, kekhawatiran tentang perlambatan pemulihan China menjatuhkan yuan ke level terendah terhadap dolar AS.
Baca Juga: Sri Mulyani Ungkap 4 Tantangan Besar yang Harus Dihadapi Usai Pandemi Berakhir
"Akibat penguatan Dolar, USDIDR ditutup menguat. USDIDR meningkat 0,13% menjadi Rp 14.965 pada Jumat (26/5) dari Rp 14.945 pada sesi perdagangan sebelumnya," sambungnya.
Lukman juga menilai prospek dolar AS juga tetap pada sentimen fundamental ekonomi AS sendiri, yaitu pertumbuhan ekonomi, suku bunga, inflasi, dan lain sebagainya.
"Walau ke depannya dominasi dolar AS turun, anggap ke 30%, tidak mengartikan status safe haven dolar AS akan menghilang. Yen dan CHF adalah mata uang safe haven walau tidak mendominasi. Jadi ke depannya faktor ketidakpastian, konflik dan geopolitik global juga akan mendukung dolar AS," sambungnya.
Baca Juga: Terus Kembangkan Pasar, Begini Target Bank-Bank Milik Korea di Indonesia
Lukman pun mengestimasikan indeks dolar AS tahun ini di level 108-109 dan rupiah akan diperdagangan hingga akhir tahun pada level Rp 14.000 - Rp 14.300. Sementara Sutopo memproyeksikan dolar AS akan diperdagangkan pada 105.00 pada akhir kuartal ini, dan diperkirakan akan diperdagangkan di 107 dalam waktu 12 bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News