kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45901,70   -25,03   -2.70%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Isi kantong Garuda belum terbang tinggi


Selasa, 10 Mei 2016 / 08:15 WIB
Isi kantong Garuda belum terbang tinggi


Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) belum mampu mempertahankan tren positif kinerja. Di kuartal I-2016, Garuda Indonesia mencatat pendapatan US$ 856 juta, menurun 7% dibanding periode yang sama tahun lalu. Laba bersih emiten pelat merah ini melorot 93% secara tahunan menjadi US$ 800.000.

"Sebenarnya, GIAA merupakan perusahaan dengan potensi yang sangat besar," ujar Taye Shim, Head of Research KDB Daewoo Securities Indonesia kepada KONTAN, Senin (9/5).

Hanya saja, GIAA masih tertekan berbagai faktor, baik dari dalam maupun dari luar perusahaan. Salah satunya karena meningkatnya beban operasional GIAA akibat pembukaan rute penerbangan baru.

GIAA membuka rute Denpasar–Shanghai, lalu melakukan re-routing Jakarta-London Gatwick ke London Heathrow, serta rute Jakarta–Silangit–Pinangsori. Karena baru, permintaan rute ini belum terlalu tinggi dan masih butuh operasional yang tinggi. Ini menjadi salah satu penekan performa GIAA.

Selain rute baru, penurunan kinerja juga disebabkan oleh rendahnya permintaan penerbangan dari konsumen. Maklum, peak season akhir tahun sudah berakhir. Kondisi ini pada akhirnya membuat penerbangan terjadwal sebagai kontributor terbesar GIAA menurun 6% menjadi US$ 752 juta.

Penurunan lebih besar terjadi pada penerbangan tidak berjadwal yang mencapai 57% menjadi US$ 16,7 juta. "Berakhirnya masa low season dan akan datangnya musim puasa, Lebaran dan liburan sekolah, termasuk masa high season kami harapkan akan menjaga kinerja GIAA di kuartal berjalan," jelas Akhmad Nurcahyadi, Analis Samuel Sekuritas dalam riset yang dirilis 2 Mei.

Akhmad menambahkan, GIAA tetap perlu upaya untuk mengerek laba. Sebab, kehadiran beban keuangan yang lebih tinggi dari kuartal I masih akan membayangi emiten penerbangan ini. Akhmad memprediksi, total operational expenditure (opex) GIAA akan sebesar US$ 3,91 juta hingga akhir tahun. Angka ini naik 5% dibanding realisasi tahun lalu.

Prediksi opex ini memang terlihat hanya naik tipis. "Tapi, untuk mencapai proyeksi laba setidaknya US$ 955,57 juta juga rasanya akan cukup berat jika ternyata tidak ada kenaikan permintaan yang signifikan," ujar Akhmad.

Catatan saja, Akhmad memprediksi, GIAA akan mencatat laba bersih US$ 89 juta hingga akhir tahun ini. Tantangan lain GIAA adalah ketatnya persaingan, khususnya untuk segmen bisnis low cost carrier (LCC).

Analis Trimegah Securities Willinoy Sitorus bilang, rute yang paling terlihat adalah rute Jakarta-Surabaya dan Jakarta-Medan. "Batik Air berani memasang tarif yang sama dengan Citilink," tulis Willinoy, dalam riset 22 April lalu.

Dari segi ketersediaan armada pesawat, Batik Air sepertinya juga siap meladeni Citilink dengan 33 pesawat pada rute tersebut. Citilink memiliki 32 pesawat pada rute yang sama. Lemahnya performa GIAA memicu Taye menurunkan rekomendasi dari buy menjadi trading buy dengan target harga Rp 510 per saham.

Akhmad mempertahankan buy GIAA dengan target Rp 490. Target harga ini merefleksikan PE 10,92 kali. Willinoy merekomendasikan neutral dengan target harga Rp 490.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×