Reporter: Wahyu Tri Rahmawati, Wahyu Satriani, Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Minat investor dalam negeri pada pasar obligasi negara terus meningkat. Termasuk penerbitan surat utang berdenominiasi dollar Amerika Serikat (AS). Lihat saja penerbitan sukuk global 2012.
Porsi investor yang berasal dari Indonesia mencapai 20%. Bandingkan dengan penerbitan tahun 2011 sebesar 12% dan tahun 2009 yang baru 8%. Kemungkinan, investor domestik juga akan memburu obligasi berdenominasi dollar AS yang akan terbit tahun ini.
Tentu saja, investor domestik akan mempertimbangkan tenor dan kupon surat utang negara (SUN) valas domestik ini. Destry Damayanti, Director Chief Economist Mandiri Group mengatakan, investor akan berminat pada SUN valas. Untuk alternatif investasi, pemilihan tenor 3-5 tahun akan menarik bagi investor. Investor lebih tertarik dengan tenor pendek demi mengurangi risiko.
Hingga kini, pemerintah belum menjelaskan aturan main investor yang berhak mengoleksi obligasi ini. Kemungkinan besar obligasi akan dijual kepada investor lokal. Melalui penjualan di dalam negeri, investor lokal memiliki akses penuh dibandingkan investor asing. Jika pada global bond, porsi kepemilikan investor lokal relatif kecil, yakni antara 10%-15%, kali ini investor lokal lebih berperan memanfaatkan peluang.
Senior Economist PT Indo Premier Securities, Seto Wardono mengatakan, investor akan melihat kupon yang ditawarkan terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk ke SUN valas domestik tersebut.
Sebagai perbandingan, imbal hasil obligasi global yang jatuh tempo 2016 di pasar sekunder mencapai 1,59%. Imbal hasil obligasi global jatuh tempo 2018 sebesar 2,12%, dan obligasi jatuh tempo tahun 2022 memiliki yield 3%.
Ariawan, analis Obligasi Sucorinvest Central Gani mengatakan, instrumen ini akan diminati oleh dua jenis investor domestik. Yakni investor yang sudah memiliki ketersediaan dollar AS, serta investor yang masih memiliki ketersediaan rupiah. Investor jenis terakhir itulah yang diperkirakan akan meminta kupon lebih tinggi. "Investor yang sumber pemasukannya rupiah, akan mengalami kerugian kurs karena harus convert ke dollar AS terlebih dahulu," tutur Ariawan.
Untuk investor asing, Ariawan memprediksi, akan menyerbu instrumen ini di pasar sekunder. Dia memperkirakan, pemerintah tidak akan memperbolehkan asing untuk masuk ke pasar perdana. "Waktu itu ada wacana bahwa investor asing tidak diperbolehkan membeli di pasar perdana. Namun, hingga kini belum ada keputusan soal investor," tutur Ariawan.
Pemerintah akan menerbitan SUN valas sekitar US$300 juta hingga US$500 juta di pasar domestik. Direktur Strategi dan Porfolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU) Kementerian Keuangan Schneider C.H Siahaan mengatakan, target penerbitan tidak terlalu besar lantaran instrumen ini baru pertama kali diterbitkan.
Porsi penerbitan SUN valas ini akan mengambil alokasi penerbitan obligasi global tahun ini. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013, pemerintah menargetkan penerbitan bersih surat berharga negara (SBN) senilai Rp 180,4 triliun. Schneider mengaku pihaknya belum menentukan alokasi obligasi global tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News