Reporter: Willem Kurniawan | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Federal Reserve diperkirakan akan kembali mengerek suku bunga acuan Fed Fund Rate (FFR) dalam rapat FOMC nanti.
Mino, Analis Indo Premier Sekuritas mengatakan agar para pelaku pasar masuk ke saham blue chip dengan memperhatikan pergerakan turunnya. "Sebenarnya agak susah cari untung, tapi bisa masuk dari sisi tren minor. Dari sisi teknikal, lihat tren turunnya dan bisa kita eksploitasi disitu. Tapi sifatnya sangat jangka pendek," kata Mino, Rabu (26/9).
Pelaku pasar harus disiplin, harus benar-benar memperhatikan pergerakan harganya. Kalau seandainya ragu langsung cut loss. "Pantau indikator-indikator teknikal yang kapan support-nya aman dari tren bearish saat ini," kata Mino
Ia merekomendasikan untuk melirik dan mencermati saham-saham dari sektor finance dan pertambangan seperti batubara. "Carilah saham-saham tersebut yang secara fundamental bagus, contohnya saham BMRI, BBRI, dan BBCA. Jangan pula mengambil saham yang fundamentalnya kurang bagus atau tidak jelas," kata Mino.
Dia mengatakan bahwa sebenarnya pasar telah mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed. Sebelumnya kenaikan suku bunga BI 25 basis poin menjadi 5,5% untuk mengantisipasi kenaikan bulan September. "Kemungkinan seandainya naik, BI tidak menaikkan karena telah mengambil langkah di awal. Desember kan kemungkinan naik lagi menjadi empat kali, jadi BI baru kemungkinan menaikkan lagi setelah Desember," kata Mino.
Terkait perang dagang, juga masih menjadi sentimen yang perlu diwaspadai. Ini yang membuat banyak investor menjadi ragu. Tapi, Mino mengatakan bahwa sentimen global ini tidak perlu terlalu ditakuti.
Setali tiga uang, William Surya Wijaya, Vice President Research Department Indosurya Bersinar Sekuritas mengatakan bahwa momentum koreksi dapat dimanfaatkan sebagai peluang akumulasi pembelian saham-saham yang memiliki likuiditas tinggi. "Saham-saham sektor telekomunikasi, perbankan dan konsumer layak untuk diamati," kata William.
William bilang, investor wajib melihat jangka panjang, mengingat bahwa masa depan perekonomian Indonesia masih cerah dan didukung oleh bonus demografi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News