kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.741.000   2.000   0,12%
  • USD/IDR 16.443   -51,00   -0,31%
  • IDX 6.472   -43,68   -0,67%
  • KOMPAS100 929   2,96   0,32%
  • LQ45 729   2,37   0,33%
  • ISSI 202   -1,52   -0,74%
  • IDX30 380   0,83   0,22%
  • IDXHIDIV20 454   0,28   0,06%
  • IDX80 106   0,50   0,48%
  • IDXV30 109   0,90   0,83%
  • IDXQ30 124   0,29   0,23%

Investor Asing Kembali ke Saham BMRI dan BBRI, Tren Berlanjut?


Senin, 17 Maret 2025 / 07:10 WIB
Investor Asing Kembali ke Saham BMRI dan BBRI, Tren Berlanjut?
ILUSTRASI. Kredit Perbankan: Pelayanan nasabah di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (11/11/2024). Survei Perbankan Indonesia (SPI) memprakirakan penyaluran kredit baru pada triwulan IV 2024 akan meningkat. Hal ini terindikasi dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) prakiraan penyaluran kredit baru mencapai 88,3%, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 80,6%.KONTAN/Baihaki/11/11/2024


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) bank-bank pelat merah di akhir bulan ini, aksi jual investor asing mulai mereda.

Namun, potensi tekanan jual masih perlu diwaspadai, mengingat kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.

Berdasarkan riset KONTAN, pembelian saham perbankan oleh investor asing banyak dilakukan melalui UBS Sekuritas Indonesia.

Hal ini tercermin dalam transaksi saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) pada periode 1 Maret hingga 14 Maret 2025.

Baca Juga: Berikut Sentimen yang Membuat Saham Bank dalam Tren Pelemahan

Secara rinci, net buy asing di UBS Sekuritas untuk saham BMRI tercatat senilai Rp 96,7 miliar. Namun, nilai net buy terbesar terjadi melalui Maybank Sekuritas, yang mencapai Rp 265,8 miliar.

Sebaliknya, pada Februari 2025, baik Maybank Sekuritas maupun UBS Sekuritas masih mencatatkan net sell.

Maybank Sekuritas melepas saham senilai Rp 1,03 triliun, sementara UBS Sekuritas mencatat net sell sebesar Rp 569,1 miliar.

Hal serupa juga terjadi pada saham BBRI. UBS Sekuritas mencatat net buy sebesar Rp 106,7 miliar, meskipun nilainya masih kalah besar dibandingkan J.P. Morgan Sekuritas yang membukukan net buy hingga Rp 1,37 triliun.

Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, tren ini menunjukkan perubahan yang cukup signifikan.

Pada Februari 2025, J.P. Morgan Sekuritas mencatat net sell Rp 1,25 triliun, sedangkan UBS Sekuritas mencatat net sell Rp 552,8 miliar.

Baca Juga: Analis Proyeksikan Tekanan Jual Asing pada Saham Perbankan Kian Mereda

Saham Perbankan Menguat, Didukung Aksi Net Buy

Kembalinya aksi beli investor asing turut mendorong kenaikan harga saham bank-bank tersebut dari posisi terendah tahun ini pada 28 Februari 2025.

Sejak saat itu, saham BMRI naik 3,04% menjadi Rp 4.750 per saham, sementara BBRI melonjak 11,6% menjadi Rp 3.750 per saham.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo menilai, masuknya kembali investor asing ke saham-saham perbankan merupakan pertanda positif.

Ia optimistis kinerja perbankan di 2024 serta prospek di 2025 masih berada dalam jalur yang baik.

Namun, pria yang akrab disapa Tiko ini mengingatkan bahwa kondisi pasar tetap dinamis.

Tekanan jual dari investor asing masih bisa terjadi, terutama karena faktor eksternal seperti kebijakan suku bunga The Fed.

"Tapi itu lebih karena kondisi pasar di AS dan ekspektasi terhadap suku bunga The Fed. Itu yang jadi pemicunya. Kalau dari dalam negeri, sentimen masih positif," ujar Tiko saat ditemui belum lama ini.

Baca Juga: Saham BBCA Kembali ke Level Rp 9.000 Jelang Pengumuman Hasil RUPS

Valuasi Menarik dan Momentum Dividen Jadi Daya Tarik

VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menilai bahwa minat investor asing terhadap saham perbankan didorong oleh valuasi yang masih relatif murah dibandingkan dengan historisnya.

Selain itu, faktor rencana pembagian dividen serta aksi buyback turut menjadi daya tarik.

"Kami juga melihat momentum rilis kinerja kuartal I/2025 dapat menjadi katalis positif jika mencatatkan pertumbuhan yang baik," katanya.

Meski demikian, ia mengakui bahwa arus masuk dana asing masih tergolong kecil. Dalam jangka panjang, tren outflow masih berisiko terjadi, terutama karena ketidakpastian ekonomi global, kebijakan tarif AS, serta potensi rilis kinerja yang di bawah ekspektasi pasar.

Sentimen Global dan Kebijakan Pemerintah Jadi Faktor Penentu

Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, Indy Naila, menambahkan bahwa pasar saham masih dibayangi tekanan dari faktor global.

Investor asing pun cenderung lebih berhati-hati dalam memasuki pasar negara berkembang.

Menurutnya, salah satu pendorong minat investor asing terhadap saham perbankan adalah peningkatan peringkat dari JP Morgan.

Baca Juga: Sunarso Borong Saham Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Saat Harga Turun

Selain itu, saham big caps perbankan dianggap memiliki fundamental yang kuat.

Namun, beberapa faktor domestik berpotensi menjadi sentimen negatif, seperti program pemerintah terkait perbankan, termasuk penghapusan kredit UMKM yang dapat memicu spekulasi perlambatan pertumbuhan kredit.

Ia juga menyoroti ketidakjelasan implementasi program Danantara terkait optimalisasi dana perbankan.

"RUPST bisa menjadi momen yang dinantikan oleh investor asing karena adanya peluang dividen yield yang tinggi," ujarnya.

Selanjutnya: Industri Suretyship Hadapi Tekanan, Regulasi OJK Jadi Tantangan

Menarik Dibaca: Kumpulan Twibbon Mudik Lebaran 2025, Bisa Dipakai untuk Medsos Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×