Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
Valuasi pasar saham Indonesia saat ini pun berada pada level yang sangat atraktif, berdasarkan PE ratio di level 12x, atau 22% lebih rendah dari rata-rata historis.
Hanya saja, faktor eksternal selama ini menahan minat investor domestik seperti ketidakpastian kebijakan suku bunga The Fed, kekhawatiran resesi global, ataupun efek crowding out dari penerbitan SBN ritel yang menyerap likuiditas dari pasar saham.
Samuel menilai, pertumbuhan struktural Indonesia di bidang energi terbarukan dan juga pemulihan ekonomi Indonesia akan menjadi pertimbangan dalam menyusun portofolio ke depan.
Transisi dunia menuju era dekarbonisasi menguntungkan bagi Indonesia sebagai negara kaya akan komoditas yang digunakan dalam teknologi energi baru terbarukan seperti nikel, tembaga, dan bauksit.
Selain itu, secara taktikal, potensi dari sektor yang diuntungkan oleh pemulihan ekonomi Indonesia saat ini di antaranya sektor finansial. Perbankan Indonesia dalam posisi yang baik di mana rasio kredit bermasalah terus menurun, serta likuiditas masih tinggi.
Potensi menguatnya sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dan finansial tidak terlepas dari langkah China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia. Beberapa fokus pemerintah China adalah mendukung konsumsi domestik, memajukan industri energi baru terbarukan, pengembangan ekonomi digital, dan kemandirian sektor ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Dengan fokus kebijakan ini, kami melihat sektor yang berhubungan dengan energi baru terbarukan dan rantai pasoknya dapat diuntungkan, serta sektor konsumer dan teknologi juga dapat menjadi unggulan,” imbuh Samuel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News