Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Surat utang berbasis syariah (sukuk) semakin besar jumlahnya di pasar modal Indonesia. Para investor mulai berani berinvestasi sukuk. Hal itu terlihat dari bagaimana jumlah penerbitan sukuk dan nilainya terus bertambah setiap tahun.
Jumlah penerbitan sukuk dalam tiga tahun terakhir selalu mengalami kenaikan. Per Maret 2016 akumulasi jumlah penerbitan sukuk hanya mencapai 87. Pada Maret 2017 akumulasi jumlah penerbitan naik menjadi 105. Hingga saat ini, akumulasi jumlah penerbitan semakin naik menjadi 144.
Pertambahan jumlah akumulasi penerbitan sukuk diiringi dengan kenaikan nilai akumulasi penerbitannya. Per Maret 2016 nilai outstanding-nya hanya mencapai Rp 9,520 miliar dan nilai akumulasinya Rp 16,114 miliar.
Pada Maret 2017 nilai outstanding-nya naik menjadi Rp 12,134 miliar dan nilai akumulasinya menjadi Rp 20,425 miliar. Hingga 16 Maret 2018 nilai outstanding sukuk mencapai Rp 16,804 miliar, dan nilai akumulasinya mencapai Rp 27.583 miliar.
Fenomena tumbuhnya minat investor terhadap sukuk merupakan efek dari luasnya jangkauan sukuk itu sendiri. Sukuk dapat menarik investor konvensional dan investor syariah sekaligus.
“Ia (sukuk) bisa dimasuki oleh investor konvensional maupun investor yang berpegang teguh pada syari’ah. Oleh karena itu ia bersifat universal dan dapat dinikmati setiap orang,” ujar Muhammad Touriq selaku Deputi Direktur Pasar Modal Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam diskusi publik “Green Sukuk Workshop” yang dilaksanakan di Hotel Borobudur, Jl. Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (03/4).
Meskipun sukuk semakin diminati, jenis akad yang dipilih masih sekitar ijarah dan mudharabah. Hal itu disinyalir karena dua jenis akad tersebut merupakan akad yang paling berhasil menyediakan kenyamanan bagi investor.
“Jenis akad ijarah dan mudharabah masih menjadi andalan karena dua jenis akad itu menyediakan metode yang paling nyaman bagi investor. Ke depan, kami berharap investor lebih berani lagi untuk menjajal jenis akad lainnya seperti musharakah, murabahah, musawamah, dsb,” ujar Touriq.
Nilai outstanding ijarah mencapai Rp 12.297 miliar dan jumlahnya mencapai 66 seri. Adapun nilai outstanding mudharabah mencapai Rp 4.507 miliar dengan jumlahnya mencapai 19 seri. Dengan demikian, proporsi akad sukuk berdasarkan jumlah seri dari ijarah dengan mudharabah adalah 22,35% dengan 77,65%, dan proporsi akad sukuk berdasarkan nilai outstanding adalah 26,82% dengan 73,18%.
Dari total 85 seri sukuk terdapat 50 sukuk yang masuk dalam sektor industri infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Dengan nominal Rp 9.053 miliar, sektor tersebut mendominasi proporsi jumlah sukuk dan proporsi nominal sukuk berdasarkan sektor industri.
Menariknya, mayoritas penggunaan dana hasil penawaran umum sukuk tersebut digunakan untuk modal kerja atau pembiayaan kegiatan usaha dengan pesentase 47%. Setelahnya disusul oleh pengembangan pembiayaan syariah sebesar 18%, investasi jaringan 16%, refinancing 13%, investasi gedung 4%, dan rekondisi peralatan 2%.
“Kami memang masih berfokus pada pembangunan infrastruktur dan ekspansi bisnis, penggunaan dana hasil penawaran umum sukuk kami alokasikan kesana,” jelas Touriq.
Minat terhadap sukuk masih dapat ditingkatkan lagi. Dengan membentuk sukuk yang hasil dana umumnya ditujukan untuk pembangunan proyek-proyek Sustainable Development Goals (SDGs) atau sukuk hijau, maka cakupan investor akan semakin meluas.
“Dengan obligasi kita hanya dapat menarik investor konvensional, dengan sukuk kita dapat menarik investor konvensional dan syariah, dengan sukuk hijau kita dapat menarik investor konvensional, investor syariah, dan investor green sekaligus,” tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News