Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Penurunan pendapatan ini disebabkan oleh aliran uap yang lebih rendah dari pembangkit Salak dan aliran listrik yang lebih rendah dari Darajat dan Wayang Windu Unit 1. Hal ini disebabkan oleh kegiatan pemeliharaan Darajat dan Wayang Windu.
Namun, penurunan kinerja Star Energy tidak sebesar penurunan lini bisnis petrokimia sehingga mampu menopang margin EBITDA konsolidasi BRPT di level 25%. Secara konsolidasi, EBITDA Barito Group mencapai US$ 450 juta atau menurun 29,5% dari sebelumnya US$ 638 juta pada kuartal III-2018.
Beban pokok pendapatan dan beban langsung BRPT turun 23,1% menjadi US$ 1,305 miliar. Allan mengatakan, turunnya beban pokok pendapatan ini utamanya disebabkan oleh turunnya harga naphtha.
Baca Juga: Rights issue Chandra Asri Petrochemical (TPIA) untuk mega proyek CAP 2
Harga naphtha pada kuartal III-2019 sebesar US$ 543 per ton atau turun sekitar 16% dari yang sebelumnya US$ 646 per ton pada kuartal III-2018. Penurunan ini disebabkan oleh harga minyak mentah Brent yang turun sebesar 11% secara year-on-year.
Selain itu, beban keuangan BRPT juga tercatat turun. Tercatat, per kuartal III 2019 beban keuangan BRPT mencapai US$ 142,09 juta. Jumlah ini turun 10,8% dibandingkan dengan beban keuangan pada periode yang sama tahun lalu. “Penurunan beban keuangan karena Star Energy terus membayar pokok utang,” lanjut Allan.
Baca Juga: Barito Pacific Menata Ulang Portofolio Utang
Sementara itu, ekspansi yang dilakukan oleh BRPT berjalan sesuai rencana ditandai dengan selesainya proyek pabrik polyethylene berkapasitas 400 KTA dan polypropylene debottlenecking dengan kapasitas 110 KTA.
Namun, Allan masih enggan menyebutkan target kinerja BRPT untuk tahun depan. Sebab, harga jual produk petrokimia masih bergantung pada kondisi global salah satunya perang dagang Amerika Serikat-China.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News