Reporter: Rezha Hadyan | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Junior program yang diinisiasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ternyata mendapat sambutan positif dari berbagai pihak, tak terkecuali pengamat pasar modal di Tanah Air. Junior program tersebut dinilai bisa menjadi salah satu alternatif bagi upaya pendalaman pasar modal Indonesia di masa yang akan datang, khususnya menambah basis investor.
Pengamat pasar modal sekaligus investor kawakan Irwan Ariston Napitupulu mengatakan selain menyiapkan junior program hal lain yang perlu dilakukan adalah memberikan edukasi mengenai pasar modal khusunya investasi saham sejak dini.
“Edukasi mengenai investasi saham perlu dilakukan di tingkat Sekolah Dasar (SD) agar mereka memahami lebih awal tetapi saya tidak menyarankan anak dibawah umur bisa langsung melakukan aktivitas jual beli, mereka harus diberikan pendampingan sampai akhirnya dianggap dewasa untuk mengambil keputusan,” kata dia kepada Kontan.co.id pada Rabu (20/2).
Lebih lanjut Irwan bilang untuk pengenalan ke pasar modal, ada baiknya anak-anak usia dini langsung dikenalkan pada instrument investasi berupa saham, bukan reksadana. Karena saat ini ia menilai masih ada kekeliruan di masyarakat tentang saham.
"Reksadana itu kita menyerahkan harta kita dikelola oleh fund manager untuk diinvestasikan, tidak ada unsur edukasinya, padahal tujuannya kan pengenalan investasi, selain itu saat ini juga ada kesalahan istilah nabung saham, seharusnya itu investasi saham," jelas dia.
Padahal menurut Irwan arti menabung dan berinvestasi itu sangat berbeda. Menabung memiliki arti bahwa seseorang menitipkan uangnya atau meminjamkan uang ke pihak perbankan. Sedangkan investasi itu artinya menjadi bagian atau punya kepemilikan atas suatu perusahaan.
Oleh karena itu ia juga mengkritisi jargon 'Yuk Nabung Saham' yang dipopulerkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). “Sejak awal sudah saya kritisi sih penggunaan istilah yang salah dan dapat menyesatkan masyarakat ini, tapi waktu itu direksi memutuskan untuk tetap dilanjutkan dan saya tak bisa apa-apa lagi,” ungkap pria asal Sumatra Utara ini.
Sementara itu, pengamat pasar modal sekaligus akademisi dari Universitas Prasetya Mulya Lukas Setiaatmaja mengatakan rencana OJK mengembangkan junior program merupakan langkah yang tepat untuk mengedukasi anak-anak usia sekolah mengenai investasi di pasar modal.
Ia menilai instrumen yang tepat untuk memperkenalkan pasar modal kepada anak-anak usia sekolah adalah reksadana, baik reksadana pasar uang, reksadana campuran, maupun reksadana saham.
“Jangan langsung memperbolehkan mereka terjun ke investasi saham, khawatirnya mereka terjebak dengan spekulasi jangka pendek dan membeli saham dengan fundamental buruk,” kata dia kepada Kontan.co.id.
Tapi bukan berarti anak-anak usia sekolah tidak dikenalkan dengan insturmen investasi berupa saham. Lukas bilang anak-anak tersebut harus diajari bagaimana cara berinvestasi jangka panjang atau menabung dengan saham seperti jargon dari BEI.
"Mereka harus diajari bagaimana analisis secara fundamental, bukan trading jangka pendek yang sifatnya sangat spekulatif, tidak cocok untuk pemula, mereka jangan diajari trading jangka pendek dengan analisis teknikal," tutup Lukas.
Sebagai informasi, junior program seperti yang diinisiasi OJK bukanlah hal baru di dunia pasar modal. Program serupa sudah terlebih dahulu dijalankan di Jepang dengan nama Junior Nippon Individual Savings Account (NISA) sejak tahun 2016. Melalui program tersebut anak-anak bisa berinvestasi di pasar modal dalam skema rekening investasi yang dibatasi besarannya maksimal 800,000 yen per tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News