CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.902   -8,00   -0,05%
  • IDX 7.161   -53,39   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,24   -0,75%
  • LQ45 871   -4,39   -0,50%
  • ISSI 216   -1,76   -0,80%
  • IDX30 446   -1,80   -0,40%
  • IDXHIDIV20 540   0,25   0,05%
  • IDX80 126   -0,90   -0,71%
  • IDXV30 136   0,12   0,09%
  • IDXQ30 149   -0,33   -0,22%

Ini Alasan Pakar Ekonomi-Politik Sebut Investasi Telkomsel ke GOTO Menguntungkan


Selasa, 12 Juli 2022 / 20:00 WIB
Ini Alasan Pakar Ekonomi-Politik Sebut Investasi Telkomsel ke GOTO Menguntungkan
ILUSTRASI.


Reporter: Tim KONTAN | Editor: Indah Sulistyorini

KONTAN.CO.ID - Langkah investasi anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) masih ramai di dunia ekonomi dan politik setelah manajemen Telkom mendapat panggilan Rapat Panitia Kerja Komisi VI DPR RI pertengahan Juni lalu. Alhasil, Panja tersebut mendapat banyak respons dari para pakar ekonomi dan politik.

CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menjelaskan, investasi Telkomsel ke GoTo dapat menjadi potensi bagi perusahaan anak BUMN itu untuk berkonvergensi dalam bisnis telekomunikasi dengan menyasar market yang sesuai. Dengan berinvestasi ke GoTo, Telkomsel dapat berkembang dan mendapat keuntungan bisnis dengan mencari partner bisnis yang sejalan dengan tujuan perusahaan.

“Kalau dilihat masa depan dari sudut pandang pasar modal, ada konvergensi bisnis telekomunikasi. Sehingga mereka harus berinovasi agar terus growth. Maka Telkomsel mencari partner yang cocok,” kata Fendi pada diskusi Polemik Spesial bertema Isu Investasi Telkomsel, Fakta Atau Fitnah? pada Selasa, (12/7).

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh MNC Trijaya secara daring itu, Fendi menerangkan Telkomsel membuat sebuah keputusan tepat untuk berusaha sustain, yaitu melakukan strategic partner bersama GoTo. Pola bisnis tersebut juga sejalan dengan perusahaan milik pemerintah di negara lain agar perusahaan punya benefit dan sinergi untuk menambah value yang besar.

Pengamat pasar modal tersebut juga menganalisa pertumbuhan industri telekomunikasi global yang cukup lambat di tahun 2020, hanya sekitar 3,5%. Bila tidak punya perubahan secara bisnis, angka pertumbuhan industri telco yang melambat tersebut akan terus bertahan, sehingga Telkomsel dan induknya Telkom sulit berkembang. Untuk itu, investasi Telkom ke GoTo sangat wajar untuk jangka panjang.

“Kalau kita baca, ada beberapa yang harus kita luruskan. Poinnya begini, bahwa industri telekomunikasi dunia Telkom itu pertumbuhannya cukup lambat, 2020 hanya 3,5 %. Kalau tidak ada perubahan, hanya stabil terus [industri telco global],” kata Fendi.

Senada dengan Fendi, dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Persaingan dan Usaha FHUI (LKPU FH UI) Ditha Wiradiputra menuturkan, Telkom sulit membangun perusahaan sendiri sejenis dengan GoTo karena membutuhkan dana yang cukup besar. Untuk memangkas konvergensi bisnis dan produk, investasi Telkomsel ke GoTo menjadi pilihan yang cocok.

Ditha menganggap manajemen Telkom mampu melihat potensi GoTo sebagai perusahaan yang mampu menantang kompetitor dengan jenis bisnis yang serupa. Ia melihat, investasi ini menjadi sebuah keberuntungan Telkomsel untuk menjaring pasar GoTo.

Selain itu, investasi yang dilakukan perusahaan BUMN akan lebih baik dibanding perusahaan luar negeri dari sisi persaingan usaha, kata Ditha. Perusahaan luar negeri dapat merusak pasar konsumen Indonesia dengan menganalisa data konsumen lokal untuk keperluan promosi dan penjualan produk. Akibatnya, perusahaan lokal tidak mampu membuat produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen lokal karena tuntutan dari investor asing.

“Kita juga harus mengedukasi untuk menjelaskan ekosistem perusahaan digital. Investasi ini membuat peluang perusahaan untuk membaca data, untuk melihat market yang lebih sesuai. Di era seperti ini, data punya peranan penting,” ucap Ditha dalam diskusi yang sama.

Potensi Conflict of Interest

Meskipun dilingkupi isu conflict of interest, Ditha tidak melihat investasi itu menjadi sebuah masalah, asalkan manajemen kedua perusahaan mampu membuktikan prestasi dan manfaat bagi konsumen.

Ia menilai investasi Telkomsel ke GoTo sesuai dengan Good Corporate Goverment (GCG) karena sudah sesuai dengan kebutuhan dan tujuan perusahaan. Kalau ada kepentingan, jangan sampai ada tuduhan yang tidak bertanggung jawab dari kelompok tertentu.

“Ini adalah conflict of interest karena harus ada masalahnya. Jangan sampai ini menjadi tuduhan yang tidak bertanggung jawab dan berproses hukum,” sambung Ditha.

Peneliti Saiful Mujani Research dan Consulting (SMRC) Muchlis Ainur Rofik mengaku isu ini dapat menjadi polemik politisasi menuju tahun pemilu pada tahun 2024. Agenda bisnis dapat menjadi agenda politik yang mengerucut pada nama-nama tertentu.

Namun, Muchlis melihat ini pada sudut pandang DPR yang harusnya bisa mengedukasi masyarakat dengan melihat fakta lebih luas. GoTo melalui ekosistem Gojek dan Tokopedia dapat mempertahankan ekonomi nasional saat pandemi COVID-19 dengan membantu pelaku bisnis dan UMKM terjun ke dunia digital.

“Anggota DPR jangan mengesampingkan data. Gojek dapat mempertahankan kondisi ekonomi selama pandemi COVID-19,” pungkas Muchlis. “Menurut saya yang terjadi, apalagi menuju 2024, agenda personal masuk ke agenda persaingan politik antar kandidat. Kebetulan nama yang disinggung juga masuk salah satu bursa capres-cawapres potensial menurut SMRC [Menteri BUMN Erick Thohir], jadi [seolah] eh entar dulu, cari amunisi dulu. Menurut saya targetnya minimal ada dua, [isu ini] targetnya melemahkan kinerja presiden dan target melemahkan [kinerja] Menteri BUMN.”

Sementara itu, Fendi menegaskan bahwa pemegang saham Telkomsel tak hanya Telkom yakni 65%, tetapi juga Singtel sebesar 35% sehingga keputusan investasi Telkomsel di GOTO sejatinya sudah melewati proses GCG yang wajar.

“Agak ngeri kalau betul ada tuduhan kongkalikong, tidak mungkin terjadi juga [kongkalikong], karena kita lihat pemegang saham Telkomsel, bukan hanya BUMN Telkom yang pegang 65%, Singtel BUMN Singapura 35%, jadi kalau ngambil keputusan investasi itu mesti melewati analisis langkah SOP, bertahap dan berlapis dan tidak mudah. Ada kajian internal juga sebelum ke pemegang saham.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×