Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kalimat liquidity provider mungkin belum terlalu akrab di telinga Anda. Sekadar informasi, liquidity provider atau penyedia likuiditas bisa bertindak sebagai penyelenggara pasar atau market maker. Dengan adanya liquidity provider, saham dengan jumlah peredaran atau float yang kecil bisa menjadi lebih hidup.
Sebagai contoh, pasar berjangka dan instrumen derivatif biasanya memiliki aktivitas perdagangan yang kurang hidup. Namun, likuiditasnya masih tetap terjaga karena ada skema liquidity provider.
"Pasar saham juga ada (liquidity provider) tapi memang tidak informal," ujar Samsul Hidayat, Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa PT Bursa Efek Indonesia (BEI) belum lama ini.
Sederhananya, liquidity provider adalah pihak yang menjamin adanya posisi beli ketika ada yang ingin jual saham dan begitu pula sebaliknya. Jadi, likuiditas lebih terjamin. Pihak yang menjadi liquidity provider umumnya sekuritas. Morgan Stanley salah satu contoh liquidity provider.
Pembahasan mengenai hal ini muncul seiring langkah otoritas bursa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkaji urgensi diadakannya liquidity provider di bursa lokal. Wacana ini mengemuka setelah bursa ingin membuka pintu initial public offering (IPO) bagi sektor Usaha Kecil Menengah (UKM).
Lantas, kenapa UKM? Dari segi nilai perusahaan, UKM tidak begitu besar. Otomatis, emisi yang dilepas nanti juga kecil sehingga float sahamnya juga kecil. Karena kecil, belum tentu ada institusi atau fund manager yang mau masuk. Ujung-ujungnya, sahamnya malah bisa menjadi saham tidur.
Nah, disinilah fungsi keberadaan liquidity provider. Ia bertindak sebagai penyelenggara pasar, menjamin adanya jual beli saham UKM yang bersangkutan hingga periode tertentu. Sehingga, likuiditasnya lebih terjaga.
Kalau likuiditas terjaga, siapa yang enak? Keduanya. Sekuritas mendapat fee transaksi, sementara si UKM menjadi lebih mudah untuk melakukan aksi korporasi lanjutan setelah IPO.
Sayang, Direktur Utama BEI Tito Sulitio masih enggan merinci susah sampai mana kajian terkait hal ini dilakukan.
Plus minus liquidity provider
Samsul bilang, penerapan liquidity provider butuh teknis yang kompleks. Apalagi dari sisi pengawasannya. Sebab, bisa saja dengan adanya liquidity provider malah memunculkan oknum-oknum yang sengaja mengatur harga demi keuntungan sepihak.
Belum lagi soal kuotasi. Seperti di perbankan, kuotasi atau penentuan kurs tukar perlu dilakukan setiap saat dan setiap hari. Bedanya, basis kuotasi yang digunakan di pasar modal adalah instrumen ekuitas.
"Likuiditasnya memang lebih terjamin. Pengawasannya agak repot. Kalo di luar ada pengwasan khusus," jelas Samsul.
Tapi, implikasi positif jika liquidity provider diadakan juga tak kalah menarik. Pelaku pasar yang enggan disebutkan namanya bilang, akan ada dua pihak yang diuntungkan sekaligus dengan adanya liquidity provider ini.
Pertama, sekuritas jelas memperoleh fee broker yang lebih tinggi karena adanya likuiditas. Kedua, potensi gain yang didapat setelah saham UKM tersebut dijual ketika nilai perusahaannya sudah besar pasca IPO.
Sebab, ketika menjadi liquidity provider, sekuritas tersebut wajib mengawal perusahaan yang jadi klieennya hingga periode tertentu. Hingga kinerjanya sudah moncer baru sahamnya kembali dilepas. Oleh sebab itu, sekuritas juga perlu jeli supaya perusahaan yang dikawalnya tidak malah membuat buntung.
"Harus benar-benar diukur prospeknya. Minimal, perusahaan ini dalam lima tahun bisa menghasilkan revenue double digit," jelas sumber KONTAN tersebut.
Nah, selama pengawalan, sekuritas dan kliennya wajib bekerjasama untuk membesarkan size perusahaan. Pada saat yang bersamaan, keduanya juga mempromosikan baik itu fundamental maupun sahamnya ke investor.
Karena hal ini, investor setidaknya jadi paham akan fundemental perusahaan. Sehingga, mereka tidak asal-asalan masuk dan potensi kerugian bisa diminimalisir.
"Ya namanya rugi, kemungkinannya pasti ada tapi setidaknya investor sudah bisa lebih dulu mengukur sebelum masuk," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News