Reporter: Muhammad Musa | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah emiten semen mencatatkan penurunan laba sepanjang kuartal I-2024. Hal ini kental dengan isu oversupply yang tengah terjadi pada industri ini.
Dua emiten semen jumbo Indonesia seperti PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) kompak mencatatkan penurunan laba pada kuartal I-2024.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) mencatatkan laba periode berjalan sebesar Rp 238,03 miliar merosot 35,91% dibandingkan tahun sebelumnya di periode yang sama dengan perolehan Rp 371,37 miliar.
Baca Juga: Dua Sentimen Tekan Kinerja Emiten Semen di Kuartal I 2024, Ke Depan Masih Optimistis
Sedangkan, SMBR mencapai laba tahun berjalan sebesar Rp 5,08 miliar pada kuartal I-2024 turun 47,57% dibandingkan sebelumnya Rp 9,69 miliar pada akhir Maret 2023.
Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer melihat, meski sektor semen mengalami cukup tekanan di awal tahun 2024, secara keseluruhan terdapat potensi penjualan semen yang menarik di tahun 2024.
Hal ini tampak dari permintaan semen domestik yang diperkirakan meningkat sebesar 65,6 juta ton pada tahun 2024 ini.
Proyeksi tersebut didorong oleh permintaan dari proyek IKN Nusantara khususnya semen curah untuk keperluan pembangunan skala besar. “Emiten semen perlu memaksimalkan penjualan pada segmen semen curah,” kata Miftahul kepada Kontan, Selasa (7/5).
Selain itu, beberapa katalis positif lainnya datang dari peningkatan anggaran infrastruktur pemerintah, kembalinya angka pertumbuhan ekonomi Indonesia ke era sebelum pandemi, serta angka inflasi yang terkontrol sehingga diharapkan mampu menurunkan tingkat suku bunga dalam jangka pendek
Baca Juga: Sejumlah Emiten Ekspansi ke Bisnis Baru, Ini Rekomendasi Saham Jagoan Analis
Lebih lanjut, terjadinya sedikit pelemahan pada sisi permintaan semen domestik disebabkan oleh masih tingginya tingkat curah hujan di berbagai wilayah Indonesia. Di sisi lain, terdpat sentimen eksternal berupa peningkatan skala konflik antara Israel dan Palestina serta konflik Rusia dan Ukraina.
Sementara Senior Investment Information Mirae Aset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta melihat, adanya penurunan kinerja industri semen di kuartal I-2024 terutama pada sisi bottom line. Menurutnya, kondisi oversupply industri semen masih berlaku di tahun ini terlebih pada kuartal II-2024.
Selain oversupply, dirinya melihat, kenaikan bahan baku juga perlu untuk dicermati. Adapun dari sisi permintaan semen memiliki kaitan erat dengan pembangunan infrastruktur baik dalam proyek strategis nasional milik pemerintah maupun juga infrastruktur swasta.
“Berkenaan dengan proyek ini terlihat cukup banyak, kemudian juga terdapat dukungan dari pembangunan ekonomi yang cenderung stabil,” terang Nafan kepada Kontan, Selasa (7/5).
Baca Juga: INTP Bisa Tumbuh tapi Terbatas
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM), Reza Fahmi mengatakan, kondisi pelemahan pada sektor semen yang ada bergantung pada beberapa hal. Di antaranya permintaan pasar konstruksi, harga bahan baku, dan strategi operasional perusahaan, serta ketidakpastian ekonomi.
Menurutnya, perseroan perlu fokus pada strategi optimalisasi efisiensi produksi, diversifikasi produk, dan ekspansi ke pasar yang berkembang. Dalam mendorong produksi hal yang bisa dilakukan antara lain peningkatan efisiensi operasional, investasi dalam teknologi produksi yang lebih efisien, serta penyesuaian kapasitas produksi dengan permintaan pasar yang berubah.
Reza merekomendasikan untuk beli SMGR dengan target harga Rp 9.200 dengan alasan kinerja positif berupa pertumbuhan pendapatan sebesar 6,24% secara tahunan menjadi Rp 38,65 triliun pada 2023.
Baca Juga: Usai Libur Lebaran, Tiga Emiten LQ45 Ini Siap Buyback Saham
Sedangkan, rekomendasi jual untuk INTP dengan target harga Rp 9.380 hal ini didasari atas capaian pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan dengan SMGR, meskipun INTP meraih laba bersih yang positif pada 2023.
Selanjutnya, Nafan cenderung “hold” terhadap saham SMGR dengan target harga Rp 4.870, SMBR berkisar di harga Rp 214, dan INTP di harga Rp 7.500.
Sedangkan, Miftahul mimilih untuk “trading buy” pada saham SMGR di level Rp 4.810, SMBR dengan “trading buy” di angka Rp 242, dan cenderung “wait and see” untuk saham INTP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News