Reporter: Djumyati Partawidjaja | Editor: Djumyati P.
Sampai saat ini year to date outflow Indonesia itu terbesar di emerging market, tapi emerging market lainnya seperti Filipina, Korea sudah mulai masuk. Kenapa? Padahal imbal hasil mereka jauh lebih rendah. Mungkin karena faktor sentimen, saya tidak tahu. Yang pasti flow dari negara-negara maju itu ke emerging market tidak seperti semua orang antisipasi.
Kita memang harus melihat juga pemilik asetnya. Misalnya dana pensiun, ya mungkin pemerintahnya bilang tolong bantu negara kita sendiri ya jangan cari untung dulu. Kan tujuan kita menciptakan dana pensiun itu kan adalah membuat payung sebelum hujan, sekarang saat hujan ya payungnya dipakai dulu. Kalau itu saya sudah dengar, tapi ya kita tidak bisa bilang apa-apa, karena itu kan uang mereka.
Di dalam dunia keuangan ada yang namanya co-financing. Jadi saya mau masuk ke proyek Anda, tapi kalau proyek 100 saya masuk 60, 40 dari kamu. Saya tidak mau masuk 100 karena negara saya juga sedang butuh 40.
Masalahnya sekarang kita enggak punya juga 40, jadi mereka enggak mau masuk ke kita. Akhirnya, ya mereka pindah ke negara-negara lain.
Ya sebetulnya kan bukan orang Singapura masuk ke Indonesia, itu kan uang orang Indonesia yang di Singapura dibalikkan ke Indonesia untuk membiayai proyek yang di Indonesia.
Ini buat proyek biasanya? FDI?
Ya proyek, akuisisi, business purpose, apa saja pokoknya economic interest.
Ini kan kita bicara swasta. Orang-orang kaya kita uangnya ke mana?
Lah kan orang-orang kaya kita uangnya di Singapura semua. Itu kan 80% FDI Indonesia datangnya dari Singapura. Ya sebetulnya kan bukan orang Singapura masuk ke Indonesia, itu kan uang orang Indonesia yang di Singapura dibalikkan ke Indonesia untuk membiayai proyek yang di Indonesia.
Nah yang saya bilang tadi, kenapa mereka taruh uangnya di Singapura, karena kalau terjadi perselisihan arbitrasenya Singapura. Ini kan legal certainty tadi.
Di Amerika yang biasanya jadi pemimpin dunia kan sedang ada pemilu. Kalau misalnya presiden yang terpilih baru, apakah bisa berubah tatanannya?
Saya kira bukan perubahan policy secara struktural, tapi cara mainnya yang berbeda. Mungkin Bidden mainnya akan lebih halus, Trump lebih kasar pada waktu berhadapan dengan China.
Tapi yang penting kan masalah global leadership ini?
Kalau soal global leadership, bukan isu baru sebenarnya. Sejak Obama global leadership Amerika sudah turun terus sih. Sekarang kan kita susah kalau kita bilang dunia ini unipolar atau multipolar. Dalam kekuatan ekonomi dan politiknya berbeda. Kalau kekuatan ekonomi, mungkin Amerika Serikat unipolar. Tapi dalam fakta geopolitik di lapangan dunia bukan unipolar tapi multipolar.
Apakah dunia ini secara real politiknya sudah tidak unipolar, ini dunia yang multipolar.
Ambil contoh, penyelesaian masalah di Timur Tengah. Semuanya tidak akan selesai tanpa melibatkan Rusia dan China. Itu sebabnya sampai sekarang tidak selesai, karena hubungan China dengan Iran dan Rusia dengan Syria sangat erat. Di Eropa misalnya, masalah yang terjadi sekarang di Belarusia, Ukraina itu kan tidak akan mungkin selesai hanya dengan bantuan Amerika kepada Uni Eropa karena sangat tergantung kepada Rusia.
Masalah di Asia, misalnya Laut China Selatan tidak akan selesai dengan Amerika atau Rusia tapi harus China. Apakah dunia ini secara real politiknya sudah tidak unipolar, ini dunia yang multipolar.
Nah kalau kita bilang dunia ini unipolar, maka global leadership ada di Amerika. Tapi fakta selama 10 tahun terakhir, leadership Amerika ini turun terus. Dan covid ini adalah tes-nya pada saat seperti ini kelihatan memang Amerika sudah tidak punya global leadership. Fakta di lapangan ini adalah multipolar world.
Covid ini memang memicu isu baru, sekarang dengan tatanan global governance-nya yang bentuknya masih kabur, membuat masalah baru. Global governance dan multipolar geostrategies ini bisa mengubah peta industri, karena global value chain bukan ditentukan oleh kepentingan ekonomi saja. Global value chain itu kan ditentukan oleh kepentingan global. Seperti yang tadi saya bilang FDI ditentukan foreign policy.
Nah karena foreign policy itu ditentukan oleh geostrategy, maka bentuk dari global value chain itu akan berubah sejalan dengan dinamika geostrategy. Bentuknya seperti apa memang masih agak samar. Tapi ini adalah sesuatu yang harusnya bisa dideteksi sejak awal.
Kemampuan kita mendeteksi bentuk ke depannya dan memainkan foreign policy kita seperti apa bisa menempatkan Indonesia di niche tertentu. Ini bisa membuat kita mempunyai posisi dengan daya ungkit geostrategis dan geopolitik di mata dunia. Ini yang saya lihat belum terjadi.
Masalahnya semua inisiatif untuk memetakan ini semua belum ada.
Apa mungkin sistem demokrasi di dunia mungkin yang masalah? Seperti tadi dibilang China yang bisa lebih berhasil, karena kebanyakan sistem demokrasi kan hanya bisa dipilih 2 kali dengan jabatan 4-5 tahun?
Pertanyaan ini jadi pisau bermata dua, tidak bisa kita bilang demokrasi itu sifatnya short term. Tidak bisa juga dibilang setelah short term selesai tidak dipikirkan yang long term. Ada memang dimensi short term itu. Tapi yang lebih penting lagi sebetulnya adalah meritocracy.
Kan di Indonesia ini meritocracy itu bukan “mata uang” yang sah diperdagangkan. Jadi kalau di negara-negara demokrasi yang sudah matang itu kan meritocracy, independent thinking, dan integrity itu adalah “currency-nya”.
Kalau di Indonesia meritocracy kan belum. Independent thinking apalagi ya, beda pendapat dengan kawan saja susah. Integritas juga ya repot. Nah di sini kan cuma jadi loyalitas, primordialisme itu lebih penting dari meritocracy.
Kalau di negara-negara maju, mungkin ada juga tapi meritocracy itu tetap penting. Kan di mana-mana kalau orang-orang yang mampu dan kompeten kan gak mau minta kerjaan. Biasanya kalau orang yang mampu kan kalau tidak dapat pekerjaan, dia akan cari lagi yang lain. Kalau di sini kan seorang yang berkuasa, gerbongnya minta pekerjaan semua, karena tahu kalau bertarung secara meritocracy dia tidak akan dapat pekerjaan.
Lalu terakhir, apa kira-kira yang bisa dilakukan para investor?
Kalau investor ini sekarang yang mestinya harus dilakukan pertama kalinya adalah mendeteksi, new normal itu bentuk dari new behavior-nya seperti apa. New behavior dalam new normal itu kayak apa. Setelah dia tahu new behavior dan new normal itu seperti apa, baru dia persiapkan investasinya ke arah mana. Karena begitu semuanya itu kabut ini hilang, when the dusk settle dia sudah di depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News