kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indonesia dinilai diuntungkan dari naiknya komoditas


Jumat, 07 Mei 2021 / 07:40 WIB
Indonesia dinilai diuntungkan dari naiknya komoditas


Reporter: Achmad Jatnika | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas melonjak naik ke level tertingginya dalam hampir satu dekade. Rebound dari ekonomi terbesar dunia yang memicu permintaan logam, makanan, dan energi.

Secara year to date sampai 5 Mei 2021, merujuk Bloomberg bahwa komoditas yang paling tinggi kenaikannya adalah minyak kedelai dengan 51,3% di tahun ini.

Selain itu ada tembaga yang naik 28,1%, nikel 5,8%, minyak mentah 29,3%, dan emas yang turun sebanyak 5,7%.

Baca Juga: Dikelilingi sentimen eksternal, simak rekomendasi saham untuk Jumat (7/5)

Menurut Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, baik itu di Amerika, Eropa, maupun Inggris membuat harga-harga kembali naik. Seperti Inggris dan Eropa yang akan membuka pelonggarannya.

Selain itu, Ibrahim melihat bahwa di Amerika musim panas kemungkinan sudah dibuka, vaksinasi yang sudah dilakukan positif bagi masyarakat, sehingga perekonomian membaik, di sisi lain, dengan membaiknya perekonomian bank sentral global akan mengurangi pembelian obligasi.

“Stimulus gencar, tapi dengan ekonomi, pembelian obligasi akan berkurang, kemungkinan besar tahun 2022, bank sentral global akan menaikkan suku bunga, ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi akan membaik,” kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Kamis (6/5).

Secara fundamental Founder Traderindo.com Wahyu Laksono juga melihat bahwa tsunami cash dari stimulus menjadi penyebab naiknya komoditas saat ini. Yang terjadi saat ini juga menurutnya buah dari banyak faktor yang berbulan-bulan sebelum ini, seperti tren major komoditas, isu pilpres, dan reflationary trade.

Dengan adanya tanda-tanda membaiknya ekonomi, menurut Ibrahim hal tersebut dimanfaatkan komoditas untuk mengalami kenaikan.

Ia mencontohkan kenaikan pada minyak sawit atau CPO yang terus menanjak, bahkan di hari ini menembus level tertinggi dalam 10 tahun yang mana mencapai RM 4.210 per ton untuk kontrak Juli.

Dengan naiknya komoditas-komoditas ini, Wahyu menilai potensinya akan jadi lebih terbatas di tahun 2021, jika harganya memang sudah terlalu over value atau sudah sangat mahal. “Jika fundamentalnya ternyata mendukung maka koreksi akan sangat wajar terjadi,” kata Wahyu.

Wahyu juga menilai bahwa sektor real dan bursa terkait komoditas akan diuntungkan dari adanya kenaikan pada komoditas ini, terutama pada perusahaan, emiten komoditas, dan eksportir. Karena dengan komoditas yang naik, maka dolar AS dinilai akan naik, sehingga pendapatan eksportir akan bertambah.

Sedangkan untuk sektor importir dinilai akan dirugikan, seperti Indonesia yang lebih banyak tergantung pada impor pada komoditas seperti beras, jagung, dan kedelai untuk bahan pokok. 

Selanjutnya ia melihat bahwa masyarakat akan terbebani, karena jadi masalah baru. “Sebagaimana telah terjadi di banyak negara miskin, Inflasi itu bisa jadi ancaman nyata,” kata Wahyu.

Selain itu, Ibrahim menilai bahwa dengan komoditas yang saat ini sedang berada di atas, dan Indonesia memiliki komoditas unggulan seperti CPO dan batubara, maka Indonesia cukup diuntungkan dari adanya kenaikan ini. Ia juga melihat bahwa dengan adanya ekspor lebih mahal maka dollar akan lebih banyak masuk ke Indonesia.

Baca Juga: Selain kontraksi ekonomi, sejumlah sentimen ini turut menggerakkan IHSG

Ia menambahkan bahwa secara umum, apabila berbicara untung rugi, dengan CPO dan batubara Indonesia diuntungkan, karena sebagai eksportir terbesar, keuntungan pajak dari para pengusaha juga dinilai akan dirasakan.

“Kalau ada ruginya, misal batubara di bawah 40, batubara akan menjadi bahan bakar PLTU, PLTU jual di dalam negeri, dan rugi. Sedangkan, untuk CPO, apabila CPO turun, pasti Indonesia akan fokus di bioetanol, untuk saat ini untung, karena lagi naik,” ujar Ibrahim.

Ibrahim menilai bahwa harga emas di akhir tahun berada di kisaran US$ 1.570 - US$ 1.900 per troy ons. Batubara berada di kisaran US$ 70 – US$ 90 per metrik ton, tembaga US$ 7.000 – US$ 9.000 per ton, CPO kisaran RM 3.600 – RM 4.400 per ton, dan nikel US$ 12.900 – US$ 15.000 per metrik ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×