Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Kompas100 kedatangan anggota baru untuk periode 3 Februari hingga 30 April 2025 setelah dilakukan kocok ulang.
Dalam evaluasi kali ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan PT Berdikari Pondasi Perkasa Tbk (BDKR), PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT MD Entertainment Tbk (FILM), PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET), PT MNC Land Tbk (KPIG), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Midi Utama Indonesia Tbk (MIDI), PT Rukun Rahaja Tbk (RAJA), PT Maja Agung Latexindo Tbk (SURI), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), dan PT Ulima Nitra Tbk (UNIQ) masuk jadi anggota baru Kompas100.
Sementara, PT ABM Investama Tbk (ABMM), PT Bukalapak.com Tbk (BUKA), PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID), PT Mandiri Herindo Adiperkasa Tbk (MAHA), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX), PT Mitra Pack Tbk (PTMP), PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk (ULTJ), dan PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk (VKTR) keluar dari Kompas100.
Kinerja indeks Kompas100 sepanjang tahun 2024 parkir di level merah. Per 30 Desember lalu, kinerja indeks ini turun 9,81% sepanjang tahun 2024.
Sedangkan, per 23 Januari, kinerja indeks Kompas100 naik 0,69% sejak awal tahun alias year to date (YTD).
Baca Juga: IHSG Melemah ke 7.232 Hari Ini (23/1), BBRI, BMRI, BREN Paling Banyak Net Buy Asing
Terkait kocok ulang Kompas100, INET pun memberikan tanggapan. Sekretaris Perusahaan INET Kemal Akbar mengatakan, INET menjadi satu-satunya emiten dari sektor infrastruktur teknologi dan telekomunikasi dengan bobot 0,01% terhadap indeks.
Menurut dia, saham-saham yang terpilih untuk dimasukkan dalam indeks Kompas100 memiliki likuiditas yang tinggi dan nilai kapitalisasi pasar yang besar. Selain itu, konstituen Kompas100 juga merupakan saham-saham yang memiliki fundamental dan kinerja yang baik.
“Sehingga, saham INET berarti bisa diperhitungkan karena masuk dalam jajaran konstituen Kompas100,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/1).
Direktur PT Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus melihat, Kompas100 yang terdiri dari 100 emiten membuat konstituen indeks lebih terdiversifikasi, sehingga pergerakannya lebih stabil dan cenderung tidak volatil.
“Kenaikan di Januari ini lebih didorong oleh kenaikan saham-saham perbankan big caps yang naik cukup agresif sejak awal tahun 2025,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (23/1).
Baca Juga: Cermati Rekomendasi Teknikal Saham AMRT, BBCA, TPIA, CUAN untuk Jumat (24/1)
Untuk emiten baru yang masuk ke kompas100, yang menarik ada saham UNIQ.
Sebab, kinerja UNIQ di tahun lalu terpantau cukup bertumbuh dibandingkan 2023 dan sahamnya juga cenderung mencatatkan kenaikan yang kuat. Saham UNIQ sudah naik 15,30% YTD dan 150% dalam setahun terakhir.
“Selain itu juga ada saham LSIP dimana sentimen positif B40 dapat mendongkrak performance emiten sawit ini di 2025,” ungkapnya.
Daniel pun merekomendasikan beli untuk UNIQ dan LSIP dengan target harga masing-masing Rp 650 per saham dan Rp 1.200 per saham.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan melihat, pemulihan Kompas100 secara YTD sejalan dengan kenaikan IHSG dan indeks sektoral tertentu.
Sentimen positif untuk Kompas100 pada tahun lalu berasal dari pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI), ekspektasi laporan keuangan di tahun 2024, dan penguatan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir.
Baca Juga: IHSG Terkoreksi Usai Reli 6 Hari, Cek Proyeksi & Rekomendasi Saham untuk Jumat (24/2)
Menurut Felix, pemangkasan suku bunga BI memberikan dorongan pada saham sektor perbankan dan properti.
Lalu, emiten dengan fundamental kuat, terutama di sektor keuangan, konsumer, dan energi, menunjukkan potensi pertumbuhan laba stabilitas
“Sementara, penguatan rupiah terhadap dolar AS menurunkan biaya impor dan mendukung sektor manufaktur,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (23/1).
Sentimen negatif pergerakan indeks Kompas100 di tahun lalu berasal dari fluktuasi harga komoditas serta kekhawatiran perlambatan ekonomi global dan volatilitas saham.
“Penurunan harga batu bara dan CPO menjadi beban bagi emiten berbasis komoditas,” ungkapnya.
Baca Juga: Ada 11 Saham Baru Penghuni Indeks Kompas100 Mulai 3 Februari 2025
Untuk sektor pendorong, ada dari sektor keuangan serta sektor konsumer, khususnya ritel dan makanan.
Emiten dari sektor keuangan yang menopang indeks ada BBCA, BBRI, dan BMRI. Sedangkan, emiten dari sektor konsumer yang menopang indeks ada ICBP, UNVR, dan MIDI.
Sementara, sektor pemberat ada dari sektor energi dan sektor manufaktur. Emiten dari sektor energi yang memberatkan adalah ADRO dan PTBA.
“Saham energi terdampak penurunan harga komoditas dan saham manufaktur menghadapi tekanan biaya produksi,” paparnya.
Felix menuturkan, alasan penggantian konstituen Kompas100 terkait dengan likuiditas dan kapitalisasi pasar serta kinerja fundamental masing-masing emiten.
“Emiten yang memiliki frekuensi atau volume perdagangan rendah selama periode evaluasi berpotensi keluar dari indeks. Lalu, emiten dengan kinerja keuangan yang menurun cenderung tersingkir dari indeks,” ungkapnya.
Baca Juga: LSIP, SSIA, TAPG Masuk ke Indeks IDX80 Mulai 3 Februari 2025
Mayoritas emiten yang keluar, seperti BUKA, ABMM, DOID, dan ULTJ, mencatat kinerja kurang memuaskan selama 2024, baik dari sisi fundamental maupun harga saham.
BUKA mengalami tekanan dari margin yang menipis di tengah persaingan e-commerce. ABMM dan DOID kinerjanya terpukul oleh pelemahan harga batu bara.
“Sementara, kinerja ULTJ stagnan akibat persaingan ketat di sektor konsumer,” paparnya.
Untuk emiten yang baru masuk, seperti BDKR, MIDI, LSIP, dan TOBA, memiliki likuiditas dan kapitalisasi pasar yang meningkat.
MIDI mendapatkan manfaat dari ekspansi gerai Alfamidi dan tren konsumsi domestik. Kinerja LSIP terkerek prospek CPO yang membaik, meskipun sempat tertekan.
“Lalu, saham TOBA prospektif lantaran diversifikasi energi bersih sebagai katalis positif," ungkapnya.
Alhasil, Felix pun melihat kedatangan 11 emiten baru itu berpotensi memberikan penguatan ke kinerja Kompas100 di tahun 2025.
Baca Juga: EXCL dan ISAT Masuk, Ini Daftar Lengkap Saham Indeks IDX30 Mulai 3 Februari 2025
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, indeks Kompas100 hari ini mengalami pelemahan sebesar 0,66%, dengan beberapa emiten seperti BBNI, TLKM, INDF, GGRM, dan UNTR menjadi pemberat utama kinerja indeks.
Pelemahan sektor perbankan dipicu oleh tekanan pada saham BBNI dan TLKM, serta sektor konsumsi yang dipengaruhi oleh penurunan kinerja saham INDF dan GGRM.
Sentimen eksternal dan internal, seperti kebijakan moneter yang ketat serta ketidakpastian global menjadi faktor penggerak utama, memberikan tekanan pada pasar domestik.
“Namun, dengan adanya perputaran konstituen dalam indeks Kompas100, perubahan ini mencerminkan penyesuaian untuk memastikan bahwa saham-saham yang tercatat mewakili emiten dengan kinerja lebih bagus, baik dari sisi fundamental maupun likuiditas,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (23/1).
Emiten-emiten yang keluar, seperti ABMM, BUKA, dan DOID, mengalami penurunan dalam hal volume transaksi dan kapitalisasi pasar.
Sementara, emiten anggota baru, seperti BDKR, DEWA, dan FILM, mungkin memiliki potensi yang lebih baik untuk memberikan dorongan positif terhadap kinerja indeks.
Kendati demikian, meskipun indeks Kompas100 turun 9,81% sepanjang 2024, peningkatan 1,36% YTD hingga 22 Januari menunjukkan adanya potensi pemulihan.
Baca Juga: Tiga Saham Masuk, Ini Daftar Saham LQ45 Lengkap Periode 3 Februari-30 April 2025
Faktor positif yang mendukung termasuk kebijakan moneter yang lebih longgar dan potensi sektor-sektor seperti teknologi, konsumer, dan energi terbarukan yang dapat memperkuat kinerja indeks.
“Namun, tantangan seperti inflasi tinggi dan ketidakpastian ekonomi global tetap perlu diwaspadai, yang bisa memberi tekanan pada kinerja pasar,” ungkapnya.
Hendra pun merekomendasi akumulasi beli untuk saham BBNI pada level Rp 4.620 per saham, dengan target harga di Rp 5.175 per saham.
Saham BBRI memiliki prospek yang solid dan bisa dibeli investor pada harga Rp 4.500 per saham, dengan target harga Rp 4.500 per saham.
“Meskipun mengalami tekanan, saham BMRI juga layak dibeli pada level harga Rp 6.000 per saham, dengan target Rp 6.500 per saham,” katanya.
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat, pergerakan saham LSIP berada di level support Rp 1.010 per saham dan resistance Rp 1.070 per saham dengan tren menguat. William pun merekomendasikan beli untuk LSIP dengan target harga Rp 1.070 per saham.
Selanjutnya: Bank Kreditur eFishery Dibayangi Potensi Kredit Macet
Menarik Dibaca: 6 Manfaat Telur Jika Dikonsumsi Setiap Hari, Apakah Aman?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News