Reporter: Dina Farisah | Editor: Dupla Kartini
JAKARTA. Sepanjang Januari, mayoritas harga komoditas energi melandai karena penguatan dollar AS dan antisipasi pemangkasan stimulus moneter (tapering off) oleh The Federal Reserve.
Salah satu komoditas yang cenderung melandai adalah minyak mentah. Harga bahan bakar fosil ini bergerak fluktuatif dengan kecenderungan turun sepanjang Januari. Data Bloomberg menunjukkan, pada 9 Januari lalu, harga minyak WTI untuk kontrak pengiriman Maret 2014 di Bursa NYMEX sempat anjlok ke level terendah sejak Agustus tahun lalu, yaitu di US$ 91,89 per barel.
Setelah jeblok, harga minyak mentah berbalik arah, reli signifikan hingga mendekati harga penutupan akhir tahun lalu. Bahkan, dalam sepekan terakhir, harga minyak berhasil naik sebesar 0,87% ke posisi US$ 97,49 per barel.
Meski demikian, hingga akhir Januari lalu (31/1), harga minyak mentah masih lebih rendah 1,08% dibanding harga penutupan akhir tahun lalu.
Senior Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, Zulfirman Basir melihat, harga minyak sudah reli dalam beberapa pekan terakhir, karena tertopang surutnya cadangan minyak suling.
Selain itu, harga minyak juga terkerek lonjakan permintaan selama musim dingin yang terjadi di AS. "Meski demikian, kenaikan harga minyak sudah terbatas, sebab konflik Timur Tengah telah reda pasca mulusnya negosiasi antara Iran dengan negara Barat," papar dia.
Apalagi, kebijakan pemangkasan stimulus moneter AS akan berimbas negatif terhadap harga minyak. Pasalnya, tapering off akan memicu penguatan dollar AS, sehingga harga komoditas akan cenderung tertekan.
Maka, Zulfirman memprediksi, ke depan, harga minyak akan cenderung bergerak sideways. Harga minyak bisa turun lagi mengingat segera berakhirnya musim dingin.
Permintaan energi dari China pun akan berkurang, seiring berlalunya perayaan Imlek. Belum lagi, pelaku pasar mengkhawatirkan kondisi perekonomian China dan AS. Pasalnya, data PDB AS pada kuartal IV-2013 lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya. Sementara, PDB China pada Desember 2013 turun 0,1% dibanding tahun sebelumnya menjadi 7,7%. Ini menandakan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
Prediksi Zulfirman, harga minyak berpotensi turun menuju level US$ 94 per barel pada akhir Februari ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News