Reporter: Chelsea Anastasia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah sedang melandai. Di lain sisi, pergerakan rupiah akhir-akhir ini masih terbatas.
Berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), pada Rabu (15/10/2025), imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) 10 tahun turun ke level 6,00% dari 6,04%. Sedangkan, imbal hasil SUN tenor 5 tahun turun dari 5,31% ke 5,29%.
Sementara itu, pada penutupan perdagangan Rabu (15/10/2025), rupiah menguat 0,16% ke Rp 16.576 per dolar AS. Dalam sepekan, rupiah melemah 0,2% dari posisi Rp 16.573 per dolar AS minggu lalu.
Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede mengatakan, penurunan yield SUN dipicu oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed mendorong turunnya yield US Treasury (obligasi pemerintah AS), sehingga selisih imbal hasil global atas SUN menyempit.
“Sementara itu, dari domestik, pelonggaran kebijakan BI dan turunnya suku bunga pasar uang turut menekan yield SUN lebih rendah,” paparnya kepada Kontan, Kamis (16/10/2025).
Baca Juga: Likuiditas Membaik, Yield SUN Dalam Tren Penurunan
Kendati begitu, Josua melihat, penguatan rupiah yang masih terbatas disebabkan oleh pergerakan mata uang Garuda yang ditentukan lintas kelas aset.
Meskipun ada inflow SBN, hal itu diimbangi oleh arus keluar (outflow) pada instrumen BI (SRBI) seiring pelonggaran moneter, serta arus keluar pasar saham.
“Hal ini yang membuat aliran portofolio agregat tahun ini masih tertekan sehingga rupiah bergerak terbatas,” terang Josua.
Selain itu, ia menilai, spread yield SUN dan obligas yang menyempit juga mengurangi daya tarik carry trade, sehingga menahan apresiasi rupiah.
Josua juga menyorot, kenaikan risiko investasi (CDS) Indonesia sebesar 1 bps ke level 83 hanya merupakan fluktuasi harian. Adapun, risiko investasi Indonesia tetap rendah dengan peringkat kredit di level investment grade, mencerminkan fundamental yang masih kuat.
Baca Juga: Menakar Prospek Obligasi Pemerintah RI Seiring Tren Yield yang Turun
Dus, hingga akhir tahun, Josua memproyeksikan yield SUN 10 tahun dapat berada di kisaran 5,90-6,20%. Sementara itu, ia memprediksi skenario bullish di level 5,70-5,90% bisa terjadi jika The Fed kembali memangkas suku bunga dan volatilitas global mereda.
Menurut Josua, rentang tersebut konsisten dengan dinamika kuartal III-2025 dan kuartal III-2025.
“Terutama, dengan turunnya suku bunga, menyempitnya spread SUN dan US Treasury, akses pendanaan pemerintah yang terdiversifikasi, serta lelang yang ramai,” pungkasnya.
Selanjutnya: Direktur Operasi dan Produksi Timah (TINS) Diberhentikan Sementara, Ada Apa?
Menarik Dibaca: Benarkah Minum Air Dingin saat Cuaca Panas Berbahaya? Ini Faktanya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News