Reporter: Dimas Andi | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih sangat terbuka, apalagi tren penjualan saham oleh investor asing terus berlangsung. Pergerakan IHSG pun lebih banyak ditopang oleh investor lokal.
Rabu (16/4), IHSG ditutup melemah 0,65% ke level 6.400,05. Sebenarnya, dalam beberapa hari terakhir IHSG telah mengalami perbaikan kinerja. Setidaknya dalam sepekan terakhir, IHSG mampu tumbuh 6,49%.
Walau demikian, kenaikan IHSG dibarengi oleh aksi jual oleh investor asing yang cukup marak. Dalam seminggu terakhir, net foreign sell di pasar saham tercatat sebesar Rp 14 triliun yang terdiri dari Rp 1,88 triliun di pasar reguler dan Rp 12,1 triliun di pasar tunai dan negosiasi.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Staf Pengajar Departemen Akuntansi Universitas Indonesia Budi Frensidy menyampaikan, investor asing masih mencatatkan net sell lantaran mereka memandang fundamental ekonomi Indonesia masih belum kuat, apalagi tekanan terhadap kurs rupiah terus terjadi.
“Capital gain investasi dalam rupiah sangat kecil dan menjadi rugi jika memperhitungkan depresiasi rupiah terhadap dollar AS,” ujar dia, Rabu (16/4).
Baca Juga: IHSG Turun ke 6.400 Setelah Naik 4 Hari, Net Sell Asing Jumbo Total Rp 8,21 Triliun
VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menambahkan, tingginya tekanan jual investor asing disebabkan oleh kombinasi faktor eksternal dan internal. Misalnya, kebijakan tarif impor AS yang masih menimbulkan ketidakpastian di tengah masa negosiasi dalam 90 hari ke depan, potensi kenaikan inflasi AS yang dapat mendorong The Fed untuk menahan suku bunga acuan dalam waktu lebih panjang, hingga kurs rupiah yang masih tertekan dan Credit Default Swap (CDS) yang masih tinggi meski trennya mulai turun.
Secara umum, Audi melihat penguatan IHSG akhir-akhir belum mampu mengubah tren jangka panjang indeks saham menjadi bullish. Di sisi lain, IHSG masih tertolong oleh kinerja laba bersih konstituennya yang tumbuh 19,32% year on year (yoy) pada 2024. “Alhasil, kinerja IHSG masih cukup resilien,” tutur dia, Rabu (16/4).
Seiring maraknya aksi jual oleh investor asing, pergerakan pasar saham Indonesia pun kini cenderung ditopang oleh investor-investor institusi lokal. Belakangan ini dua institusi besar yakni Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen) santer diberitakan telah meningkatkan investasinya di pasar saham.
Dalam berita sebelumnya, BPJS Ketenagakerjaan mencatatkan porsi penempatan investasi di instrumen saham sebanyak 6,81% hingga Maret 2025 dari total dana kelolaan institusi tersebut yang berjumlah Rp 798,3 triliun. Sementara per Februari 2025 lalu, porsi penempatan investasi BPJS di saham baru mencapai 6,41%.
Di sisi lain, Taspen memiliki porsi penempatan investasi di instrumen saham sekitar 3%—4% sampai akhir 2024. Secara konsolidasi, nilai investasi Taspen hingga akhir tahun lalu berada di kisaran Rp 350 triliun.
Budi menyebut, masuknya BPJS dan Taspen ke pasar saham semestinya bisa menahan risiko kejatuhan IHSG di tengah maraknya sentimen negatif baik eksternal maupun internal. Bahkan, bukan mustahil terdapat andil dari dua institusi tersebut di balik kenaikan IHSG akhir-akhir ini.
Besarnya dana kelolaan BPJS dan Taspen menjadi modal berharga bagi kedua institusi ini untuk aktif di pasar saham. Budi menerangkan, jika minimal sekitar 15%—25% dana kelolaan BPJS dan Taspen ditempatkan di instrumen saham, hal ini bisa menjadi kekuatan tambahan bagi IHSG.
Senada, Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, keberadaan BPJS dan Taspen diyakini dapat membantu likuiditas pasar. Baik BPJS dan Taspen melakukan akumulasi pembelian saham secara bertahap dengan mengutamakan prinsip kehatian-hatian, terutama ketika mendiversifikasi dananya ke sektor-sektor saham tertentu.
“BPJS dan Taspen dapat berperan sebagai penstabil pasar dalam jangka panjang,” imbuh dia, Rabu (16/4).
Proyeksi IHSG
Terlepas dari itu, Praska menganggap investor asing tetap memiliki peranan penting terhadap arah IHSG. Jika tekanan jual oleh investor asing berlanjut, bukan tidak mungkin IHSG bergerak sideways.
Hingga akhir kuartal II-2025 nanti, Praska memproyeksikan IHSG berada di kisaran 6.200—6.800. Dalam kondisi penuh ketidakpastian ini, investor-investor domestik, termasuk dari institusi, dapat terus memantau kondisi fundamental dari emiten-emiten sebelum mengambil langkah strategis untuk masuk ke pasar saham. Sektor saham yang bisa diperhatikan oleh investor saat ini antara lain energi, terutama pertambangan emas, serta perbankan.
Sementara itu, Budi memproyeksikan IHSG bergerak di kisaran 6.500—6.800 sampai akhir kuartal II-2025. Kinerja IHSG diperkirakan masih akan negatif selama tekanan jual masih tinggi, tetapi risiko ini bisa diredam jika ada aksi beli dari investor institusi lokal.
“Investor lokal yang bisa diharapkan saat ini hanyalah pengelola dana publik atau investor institusi seperti dana pensiun BUMN, perusahaan asuransi, hingga institusi seperti BPJS, Taspen, dan Danantara,” ungkap dia.
Audi memiliki tiga macam proyeksi IHSG. Untuk proyeksi optimis, IHSG diprediksi berada di level 6.750—6.800 pada akhir kuartal II-2025, sedangkan proyeksi moderat ada di level 6.560—6.600. Adapun untuk proyeksi pesimis, IHSG bisa saja bergerak di kisaran 5.700—5.750.
Dia menilai, selain BPJS dan Taspen, wacana Danantara yang hendak menjadi liquidity provider akan menjadi sentimen positif bagi pasar saham Indonesia. Ini mengingat Danantara memiliki sumber dana melimpah dari dividen anggotanya yang didukung oleh optimalisasi kinerja demi mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Lantas, Audi merekomendasikan beli beberapa saham untuk sisa kuartal II-2025, antara lain PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan target harga Rp 9.250, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan target harga Rp 5.450 per saham, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) dengan target harga Rp 2.830 per saham, serta PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) dengan target harga Rp 670 per saham.
Baca Juga: Bank Blue Chip LQ45 Loyo saat IHSG Turun Hari Rabu (16/4), Ada BBCA, BBRI, dan BMRI
Selanjutnya: Saham Lapis Dua Bisa Jadi Pilihan Saat Kondisi Pasar Volatil, Cek Rekomendasinya
Menarik Dibaca: Semarang Hujan Malam Hari, Cek Prakiraan Cuaca Besok (17/4) di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News