kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHSG pekan depan berpeluang menguat, begini proyeksi dari analis


Minggu, 29 September 2019 / 17:58 WIB
IHSG pekan depan berpeluang menguat, begini proyeksi dari analis
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Yasmine Maghfira | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (27/9), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah sebesar 33,45 poin atau turun 0,54% ke level 6.196,89 dan semua sektor bergerak negatif. Namun, sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan, serta sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi menjadi kontributor terbesar pada penurunan IHSG pekan lalu. Sementara, investor asing melakukan penjualan bersih sebesar Rp 338,59 miliar. 

Lantas, bagaimana proyeksi IHSG sepekan besok? 

Baca Juga: Prediksi IHSG besok: Diterpa sentimen pemakzulan Trump hingga aksi demonstrasi

Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee memperkirakan selama sepekan IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan resistance di level 6.282 sampai 6.318 dan support di level 6.165 sampai 6.986.

Kendati diproyeksi menguat, Hans memaparkan ada sejumlah sentimen yang mungkin dapat mempengaruhi pasar. Sehingga para investor dan pelaku pasar perlu menyimak dan mencermati sentimen-sentimen tersebut. 

Pertama, ialah sentimen perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Tensi perang dagang sempat mereda setelah Presiden Donald Trump mengatakan bahwa kesepakatan perdagangan AS - China yang sudah berlangsung 15 bulan bisa terjadi lebih cepat dari harapan.

AS secara sementara juga membebaskan lebih dari 400 tipe dari produk – produk China yang terpukul oleh tarif impor senilai US$ 250 miliar selama tahun ini.

Hans juga mengatakan isu perang dagang naik turun dan mempengaruhi pasar dimana sebelumnya Presiden AS Donald Trump di depan Majelis Umum PBB menuding China "menyalahgunakan" sistem perdagangan internasional.

"Pasar saham global khususnya Amerika sangat terpengaruh oleh isu perang dagang ini," ujar Hans kepada Kontan pada Sabtu (28/9).

Kedua, sentimen penyelidikan pemakzulan (impeachment) oleh partai Demokrat terhadap Donald Trump. Hal tersebut menyusul pernyataan Ketua DPR AS Nancy Pelosi yang mengumumkan bahwa DPR akan meluncurkan penyelidikan resmi terhadap pemakzulan Trump. Itu terjadi setelah munculnya transkrip percakapan Trump dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.

Baca Juga: Unilever Indonesia (UNVR) umumkan rencana stock split saham, ini kata analis

Ada indikasi Trump menggunakan ancaman pemotongan bantuan ekonomi ke Ukraina untuk menghasilkan informasi yang merusak calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden. Rencana impeachment tersebut dikhawatirkan bisa menutup peluang Donald Trump terpilih lagi pada 2020.

"Oleh karena itu, Trump mungkin akan berhati-hati dalam negosiasi perang dagang dan bersikap lebih keras dalam negosiasi perang dagang dengan China sehingga meningkatkan kemungkinan resesi global pada tahun depan," tambah Hans. 

Sentimen lain datang dari Eropa yang masih tertuju pada Brexit dan suhu politik di negara tersebut. Salah satunya, adalah tantangan yang dihadapi Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kepada kubu oposisi Partai Buruh. Diketahui kubu oposisi berusaha menggulingkan Johnson melalui mosi tidak percaya dan memicu pemilu dini.

Sebelumnya, Johnson menghadapi desakan untuk mengundurkan diri setelah keputusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa tindakannya menunda parlemen sebelum Brexit merupakan pelanggaran hukum. Panasnya suhu politik Inggris menjelang keputusan Brexit ini dikhawatirkan menghasilkan keputusan yang tak optimal.

Hans menilai jika Inggris keluar zona Eropa tanpa sebuah kesepakatan yang baik akan berpeluang memicu resesi di zona Eropa. Pasar mencerna peluang resesi di kawasan tersebut juga dikarenakan susulan data yang tidak terlalu baik. Data Markit komposit PMI (indeks pembelian manajer) Jerman berada di posisi 49,1 pada September, atau turun dari 51,7 pada bulan Agustus lalu.

Baca Juga: AEI: Sudah tidak up to date, undang-undang pasar modal perlu diperbarui

Elemen manufaktur berada di level 41,4, merupakan ukuran terendah bagi Jerman selama lebih dari satu dekade, di mana angka di bawah 50 mengindikasikan kontraksi. Data yang jelek juga ditunjukkan oleh Eropa, yaitu Indeks Pembelian Manajer (PMI) Komposit Zona Eropa versi IHS Markit turun ke level 50,4 pada September.

Angka tersebut lebih rendah di bandingkan Agustus yang menyentuh level 51,9. Hans menilai kekawatiran pasar terhadap resesi Eropa punya pengaruh kepada perdagangan pasar saham. 

Selain sentimen dari global, khususnya perihal perdagangan AS-China dan keputusan Brexit yang masih belum jelas, Hans menyatakan meredanya aksi demo di dalam negeri menjadi sentimen yang positif untuk IHSG sepekan mendatang. Namun, ancaman aksi susulan masih menjadi perhatian pasar.

"Biarpun tidak berpengaruh signifikan terhadap pasar, tetapi demo yang di ikuti aksi tidak terpuji menimbulkan keluarnya dana Asing dari pasar saham dan beralih ke SBN," ujar Hans.

Baca Juga: Unilever Indonesia (UNVR) berencana stock split saham dan ganti direksi

Oleh karena itu, Hans juga memproyeksi IHSG berpeluang melemah pada perdagangan Senin (30/9) besok, dengan support di level 6.191 - 6.165 dan resistance di level 6.219 - 6.256.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×