Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IHSG ditutup melemah 2,81% di level 5.909,19 pada perdagangan hari ini, Kamis (26/4). Padahal, emiten yang melantai di bursa masih membukukan capaian yang positif pada kuartal I-2018 ini. Dari sisi fundamental, kondisi emiten masih cukup tangguh dan punya kinerja yang bagus. Namun, anjloknya IHSG tak terhindarkan.
Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas, Alfred Nainggolan mengatakan, penyebab tersungkurnya IHSG hari ini adalah kondisi makro ekonomi terutama rupiah. Sejak Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga 7DRRR di level 4,25%, rupiah bereaksi cukup signifikan dan terus terdepresiasi.
Alfred menilai, pasar bereaksi sebagai kekhawatiran atas kejutan yang bisa terjadi dari rapat Federal Reserve yang akan berlangsung pada 3 Mei mendatang. "Pasar berekspektasi kenaikan kedua Fed Fund Rate berlangsung bulan Juni, ini bisa jadi respons atas kekhawatiran pasar bahwa The Fed akan menaikkan suku bunganya pada rapat minggu depan," ujar Alfred, Kamis (26/4).
Soalnya, tingkat suku bunga The Fed akan berpengaruh pada nilai tukar mata uang asing di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. "Sulit untuk tidak mengaitkan tekanan terhadap rupiah dengan rapat The Fed yang akan berlangsung pekan depan," kata Alfred.
Selain itu, kondisi makro Indonesia juga masih belum memberikan kepastian bagi para investor. Alfred mengatakan, angka pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) kuartal I-2018 juga belum juga diumumkan. Pasalnya, IHSG juga menggantungkan ekspektasi pada pertumbuhan besaran PDB yang ditargetkan pemerintah yaitu 5,4%.
Jika PDB kuartal I-2018 hanya tumbuh di bawah 5,1%, pasar akan kembali terkoreksi. Karena, asumsi pertumbuhan 5,4% akan sulit terealisasi. Selain GDP, pasar juga melihat kondisi inflasi. Pasar juga melihat gelagat pemerintah untuk menaikkan kembali harga bahan bakar minyak (BBM), karena faktor naiknya harga minyak dunia.
"Jika pemerintah tidak menaikkan harga BBM akan ada peningkatan subsidi, tentu ini akan mengarah kepada potensi defisit neraca APBN yang akan semakin meningkat, sementara kalau dinaikkan porsi BBM terhadap inflasi akan lebih besar," terang Alfred.
Dalam kondisi market yang tengah memerah sekarang, pasar masih menunggu kebijakan Bank Indonesia untuk menjinakkan nilai tukar rupiah dan melakukan kebijakan terkait suku bunga. Di saat bersamaan, pasar juga menanti pengumuman dari pemerintah terkait kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018.
Alfred menilai IHSG masih akan menanti penguatan rupiah. "Nanti tergantung bagaimana pergerakan nilai rupiah. Selama rupiah masih akan tertekan, indeks juga berpeluang untuk kembali tertekan," kata Alfred.
Alfred menambahkan, jika pekan depan rupiah bisa tembus di bawah Rp 13.800 per dollar AS bisa jadi obat yang cukup ampuh untuk menenangkan pasar dan IHSG kembali rebound.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News