Reporter: Nur Qolbi | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) melemah 0,28% ke 6.100,24. Penurunan IHSG juga terjadi dalam hitungan pekan, yaitu minus 0,45%.
Minim katalis positif, IHSG bergerak melemah dalam sepekan terakhir. Sebenarnya, menurut Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani, pasar cukup bergairah saat rilis data neraca perdagangan Oktober 2019 menunjukkan hasil surplus.
Tapi, nyatanya, sentimen tersebut hanya berpengaruh jangka pendek. "Belum cukup membuat pasar lebih bergairah dalam jangka menengah dan jangka panjang," ucap dia, Jumat (22/11).
Baca Juga: Rupiah masih berpotensi tertekan pada pekan depan
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat pelemahan IHSG dipengaruhi oleh sentimen perkembangan kesepakatan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. "Sentimen lainnya adalah ketidakstabilan politik yang terjadi di Hong Kong," kata dia.
Herditya memprediksikan pekan depan IHSG bergerak di kisaran 6.060-6.200. Pasar masih menanti perkembangan perang dagang.
Tak jauh beda, Hendriko memprediksi IHSG pekan depan akan bergerak sideways dengan kecenderungan melemah di kisaran 6.062-6.181.
Baca Juga: Bursa Asia mayoritas menghijau, ini penyebab IHSG ada di zona merah
Menurut dia, katalis positif yang bisa mendorong IHSG hanya keputusan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai kepastian perpanjangan kontrak sejumlah tambang batubara.
Sentimen lain yang mungkin positif bagi IHSG adalah penerapan perubahan pada penghuni MSCI Global Indonesia Index dan MSCI Small Cap Indonesia Index mulai 26 November 2019. Namun demikian, sentimen ini hanya berpengaruh ke beberapa emiten, bukan IHSG secara keseluruhan.
Baca Juga: Review IHSG: Tak Ada Katalis Positif
Sejak awal tahun, ternyata IHSG masih minus
Dihitung sejak awal tahun IHSG masih minus 1,52%. Penurunan itu berbanding terbalik dengan kondisi bursa di kawasan Asia. Mayoritas indeks saham bursa di kawasan ini memberikan return positif.
IHSG hanya ditemani Indeks FTSE BM di Bursa Saham Malaysia yang juga mencetak performa negatif (lihat tabel).
Kepala Riset Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hardy menjelaskan, penurunan IHSG salah satunya dipengaruhi aksi rebalancing oleh beberapa pengelola indeks saham, seperti MSCI, LQ45 dan IDX30.
Rebalancing itu mengurangi bobot saham-saham blue chip, seperti saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM).
Bobot kedua saham tersebut sebelumnya signifikan bagi IHSG. Akibatnya ketika komposisi saham konstituen ini berubah dampaknya langsung terasa pada penurunan indeks secara keseluruhan.
Baca Juga: Rupiah masih berpotensi tertekan pada pekan depan
Penurunan IHSG juga disebabkan perpindahan dana investor dari bursa saham ke pasar obligasi. Pasar obligasi Indonesia belakangan menunjukkan kinerja lebih baik dibanding tahun lalu.
Yield obligasi saat ini berada di kisaran 7,1%-7,2%, turun dibanding November 2018 yang ada di kisaran 8,2%-8,3%. Asal Anda tahu, yield turun berarti harga obligasi naik.
"Arus modal yang masuk sepanjang tahun ini juga sudah lebih dari Rp 139 triliun di obligasi negara," kata Robertus, Jumat (22/11).
Faktor emiten
Penurunan IHSG juga dipicu oleh kinerja sejumlah emiten yang kurang memuaskan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan laba per saham atau earning per share (EPS) para emiten yang kurang baik di sembilan bulan pertama 2019.
Semula, rata-rata pertumbuhan EPS diperkirakan bisa mencapai 10%. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, proyeksi pertumbuhan EPS diturunkan menjadi 7% hingga 8% melihat performa yang ada saat ini.
Baca Juga: Bursa Asia mayoritas menghijau, ini penyebab IHSG ada di zona merah
"Performa IHSG tahun ini memang kurang bagus. Dibanding negara lain di Asia Tenggara, hanya Malaysia yang lebih buruk," tambah Suria Dharma, analis Samuel Sekuritas.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi memprediksi, IHSG juga belum berpotensi membaik dalam waktu dekat ini.
Alasannya, tidak ada katalis positif yang dapat mendorong indeks saham menguat. Bahkan, ia memprediksi IHSG baru akan menunjukkan perbaikan pada semester II-2020.
Baca Juga: BI menurunkan GWM, begini rekomendasi saham perbankan
Menurut Lucky, kemungkinan penguatan IHSG tersebut akan didorong oleh beberapa rencana kebijakan pemerintah, seperti pemotongan pajak korporasi atau Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara bertahap mulai 2021.
IHSG juga mungkin meningkat kalau dana investasi jadi berpindah dari reksadana pendapatan tetap ke saham karena pajak kupon obligasi akan naik pada tahun 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News