Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini hingga Jumat (22/11), bursa saham Indonesia berada di zona merah. Hal tersebut terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turun 1,52% secara year to date (ytd) ke level 6.100,24.
Padahal, bursa saham Asia lainnya, kecuali Malaysia, masih bertengger di zona hijau. Bahkan, beberapa indeks mencatatkan pertumbuhan dua digit.
Sebut saja indeks All Ordinaries (Australia) yang naik 19,39% ytd ke level 6.816,50. Indeks Taiex (Taiwan) naik 18,91% ytd ke 11.566,80 dan indeks Shanghai Composite (China) naik 15,69% ytd ke level 2.885,29.
Ada juga indeks Sensex (India) yang meningkat 11,81% ytd ke 40.329,61 dan indeks PSEi (Filipina) yang tumbuh 4,8% ytd ke level 7.824,59.
Baca Juga: IHSG melemah 0,45% dalam sepekan, ini sebabnya
Kepala Riset Kresna Sekuritas Robertus Yanuar Hady menjelaskan, penurunan IHSG dipengaruhi oleh rebalancing yang dilakukan pada beberapa indeks saham, seperti MSCI, LQ45, dan IDX30. Pasalnya, rebalancing ini mengurangi bobot saham-saham bluechip, seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) sehingga berdampak pada penurunan indeks secara keseluruhan.
Penurunan IHSG juga disebabkan oleh adanya pertukaran arus modal dari pasar saham ke pasar obligasi. Alasannya, pasar obligasi Indonesia belakangan ini menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding tahun lalu.
Hal tersebut terlihat dari yield obligasi saat ini yang berada di kisaran 7,1%-7,2%, turun dibanding November 2018 yang ada di kisaran 8,2%-8,3%. Dengan begitu, penurunan yield ini membuat harga obligasi terkerek naik. "Arus modal yang masuk pada tahun ini juga sudah lebih dari Rp 139 triliun di obligasi negara," kata dia kepada Kontan.co.id, Jumat (22/11).
Baca Juga: BI menurunkan GWM, begini rekomendasi saham perbankan
Sementara itu, Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, penurunan IHSG ini disebabkan oleh pertumbuhan laba per saham atau earning per share (EPS) para emiten yang kurang baik dalam sembilan bulan pertama 2019. "Performa IHSG tahun ini memang kurang bagus. Dibanding negara lain di Asia Tenggara, hanya Malaysia yang lebih buruk dari IHSG," ucap dia.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi memprediksi, IHSG juga belum berpotensi membaik dalam waktu dekat ini karena tidak ada katalis positif. Bahkan, dia memprediksi IHSG baru akan menunjukkan perbaikan pada semester II-2020.
Baca Juga: IHSG turun ke 6.100 pada perdagangan terakhir pekan ini
Menurut Lucky, perbaikan ini didorong oleh beberapa kebijakan pemerintah, seperti pemotongan pajak korporasi atau Pajak Penghasilan (PPh) Badan secara bertahap mulai 2021 dan berpindahnya investasi dari reksadana pendapatan tetap ke saham karena pajak kupon instrumen ini juga akan naik pada 2021.
"Katalis positif lainnya adalah kalau ada berita tentang revisi UU Omnibus atau UU Tenaga Kerja. Soalnya Indonesia butuh sekali investasi untuk masuk," ungkap Lucky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News