Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
Pertama, untuk nikel, program one belt one road (OBOR) China yang masih berjalan dinilai akan mendorong permintaan nikel. Kedua, pengembangan kendaraan listrik juga dapat mengangkat minat pada nikel secara stabil. Ketiga, terpilihnya Joe Biden sebagai presiden AS yang mengedepankan energi ramah lingkungan diprediksi akan semakin menentukan tren penguatan permintaan sekaligus harga nikel ke depannya.
Sementara itu, harga CPO diprediksi naik karena dua faktor. Faktor pertama adalah La Nina yang sudah mulai terjadi dan diprediksi akan berlangsung setidaknya sampai dengan Januari 2021 sehingga memicu curah hujan yang tinggi.
Baca Juga: Ini sederet faktor yang akan memuluskan aksi ekspansi Grand House Mulia (HOMI)
"Curah hujan tinggi diprediksi akan menyulitkan pembuahan dan musim panen sawit, sehingga dapat mendorong terjadinya turunnya suplai dan mendongkrak harganya di pasaran," tutur Hariyanto. Oleh karena itu, ia memprediksi, rally harga CPO berpeluang terjadi hingga kuartal I-2021.
Faktor kedua adalah potensi melemahnya nilai dolar AS yang diprediksi akan menguntungkan komoditas ekspor seperti CPO. Pelemahan dolar AS ini dipicu oleh melebarnya defisit fiskal Negeri Paman Sam (siapapun presiden barunya) dan tetap dipertahankannya suku bunga acuan pada level rendah seperti sekarang.
Meskipun banyak sentimen positif, masih tetap ada risiko di depan mata seiring dengan konsumsi yang diprediksi masih lemah tahun depan. Menurut Hariyanto, penurunan daya beli masyarakat disebabkan oleh tidak dinaikkannya Upah Minimum Regional (UMR), mengingat Covid-19 masih melanda mayoritas provinsi di Indonesia terutama di sisi pengusaha.
Selanjutnya: IHSG Ditutup Menguat Tipis, Asing Lepas Saham TLKM, Borong Saham BTPS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News